Sebuah catatan kecil untuk sekedar dikenang dan orang tau bahwa aku pernah Hidup. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia!” semoga dengan catatan kecil ini dapat bermanfaat dan menebarkan kebaikan Apa yang dikatakan akan lenyap, apa yang ditulis akan abadi. Aku melintasi kehidupan Kuberanikan diri menulis catatan ini untuk mengabadikan momen hidup (Muhamad Edwan Ansari)
Minggu, Mei 24, 2015
PERAN DAN PROBLEMATIKA INTERNAL HMI
PERAN DAN PROBLEMATIKA INTERNAL HMI
1. Panglima Besar Soedirman : “HMI Jangan Menyendiri”.
Oleh: Ridwan Saidi
Sari tempat pembuangannya di Ende Ir. Soekarno melakuka Berespondensi selama 2 tahun (1943-1936) dengan seorang ulama ahli debat A. Hasan. Ustadz A. hasan adalah seorang guru organisasi islam modern Persatuan islam dan A. Hasan juga guru bagi tokoh islam terkenal M.Natsir. Dari korespondensi itu Soekarno seprti pengakuan yang di tulis nya pada 25November 1936, merasa mendapat tuntunan dalam masalah fiqih.Tapi itu tidak menghalangi Soekarno untuk mengkritik persatuan islam yang dikatakannya sebagai mempunyai neighing (kecendrungan) kearah Sektarianisme. Selanjutnya Soekarno mengatakan bahwa Islam adalah satu Agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia.
Jangan Menyendiri
Agama kritik Soekarno itu ada benarnya, kiranya itupun tidak tertujuKepada persatuan islam saja, dan tidak berlaku untuk kurun waktu itu saja.Ketika KAMI, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia,bubar pada Febuari 1966, betapa sulit menggalang kembali potensi mahasiswa. Nurcholish Madjid, Ketua umum HMI dan Binsar Sianipar, Ketua umum GMKI, mengadakan pendekatan berkali kali yang akhirnya mencapai kesepakatan untuk menggalang kebersamaan menuju Indonesia yang dicita-citakan. Saya selaku Sekjen HMI waktu itu dan Tjoa Giok Tjun yang menjabat Sekjen GMKI ditugaskan untuk merumuskan “Pernyataan Bersama” karena secar psikologis, setelah bubarnya KAMI, masing-masing terbenam dalam “Arus” kesendirian, dan terpenjara dalam mental sektarianisme. Akhir “pernyataan Bersama” itupun tersusun juga setelah mencoba menggali sebanyak mungkin persamaan yang ada di antara kami. Persmaan itu bertemu setelah menyadari, bahwa tidak mungkin masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri.
“Pernyataan Bersama” HMI-GMKI mengawali langkah terbentuknya kelompok Cipayung, forum pengajian bersama antara HMI, GMKI, PMKRI, GMNI, dsan PMII pada 1972. Kebersamaan untuk mengaji permesalahan dan hari depan yang sama tidak mungkin terjadi bila masing-masing pihak tidak mencoba menempatkan diri persfektif ke indonesiaan. Meminjam istilah Munawir Sadzali, Golongan islam harus dapat berkiprah dalam struktur tersedia (within the structure)”. Tentunya inipun berlaku bagi golongan lain dalam masyarakat kita, karena ucapan Munawir disampaikan pada buka bersama dan tarawih yang diadakan korps alumni HMI beberapa bulan yang lalu. Ucapan Munawir ini sejalan dengan pandangan Nurcholish Madjid tentang pluralism Indonesia yang pada dasarnya menekankan bahwa aktulisasi Islam hendaknya tidak terlepas dari konteks latar belakang sejarah dan kebudayaan Indonesia yang bersifat majemuk. Akar pemikiran kedua intelektual islam itu bertemu pada kritik Soekarno; kepada persatuan Islam dan amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman pada malam peringatan Dies Natalis pertama HMI yang diadakan pada 6 Febuari 1948 di Bangsal Kepatihan Yogyakarta.
Menurut Harian kedaulatan Rakyat.9 febuari 1948, pada kesempatan itu pak Dirman memperingatkan supaya HMI melaksanakan Anggaran Dasarnya, apa yang belum dilaksanakan supaya segara dilaksanakan dan apa yang tidak dapat dilaksanakan supaya dihapuskan dari Anggaran Dasar HMI. Selanjutnya pak dirman berpesan agar “HMI” benar-benar menjadi “Harapan Masyarakat Indonesia”, dan jangan menyendiri.
Keterbukaan HMI
UU No. 8/1985 tentang keormasan memberi peluang untuk kehadiran organisasi kemasyarakatan yang di bentuk berdasarkan kesamaan agama. Karena itu neksistensi organisasi kemasyarakatan seperti Wanita Katolik, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Nahdlatul Ulama Muhammadiyah, perwalian Umat Budha, adalah sah menurut Undang Undang. Organisasi-organisasi kemasyarakatan itu jelas mempunyai tanggung jawab internal melayani secara khusus kepentingan anggota-anggotanya, Layanan itu bersifat spesifik sesuai dengan tuntunan aspirasi Komunitasnya. Tetapi hal itu tidak menutup kesempatan bagi mereka yang berada diluar komunitas tertentu itu juga untuk mendapatkan pelayanan inilah yang saya katakana sebagai keharusan keterbukaan organisasi kemasyarakatan seperti HMI.
Keterbukaan organisasi kemasyarakatan tentulah tidak sama dengan kekuatan sospol. Ketiga kekuatan sospol tidak boleh menutup pintunya bagi mereka yang berminat, apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya untuk menjadi anggota. Ketrbukaan dalam penerimaan anggota tidak boleh terhalang oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga kekuatan sospol yang bersangkutan. Kekuatam sospol harus jelas-jelas mencantumkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangganya bahwa setiap Warga Negara yang telah memenuhi persyaratan apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya boleh untuk mendaftarkan diri sebagai anggota. Keterbukaan itu tidak boleh bersifat “Pemanis bibir” saja, sementara persyaratan formal penerimaan anggota masih bersifat tertutup sedang sedang keterbukaan organisasi kemasyarakatan lebih mengcu pada sasaran (audience) pelayanan.
Bagi Seluruh Alam”
Pelayanan HMI yang bersifat terbuka relevan dengan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin, islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Konsep ini sudah terlalu sering diucapkan, tapi masih kurang pengoperasiannya. Jikalau lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikannya yang di asuh oleh rupa-rupa Organisasi keagamaan membuka pelayanannya untuk pasien atau anak didik tanpa memandang keyakinan agama dan kepercayaan yang meanutnya, tapi belum begitu halnya dengan organisai kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan masih memberikan pelayanan yang bersifat “tertutup”, hal ini masih mencermkinkan, sedikit atau banyak mental kesendirian. Motto HMI yang berbunyi melayani student’s need dan student’s interest perlu perumusan kembali dan sasarannya begitupun dengan motto HMI sebagai wadah penggemblengan kader …….. dan bangsa masih belum “menggigit” sebagai sebuah motto kerja. Kerangka program kerja HMI hendaknya mengacu kepada kepentingan seluruh bangsa di mana kepentingan umat sudah inheren di situ. Seperti juga halnya apa yang sering di ucapkan oleh Ro’is Aam NU KH . Ahmad ……… bahwa aspirasi Islam identik dengan aspirasi nasional maka itupun menuntut organisasi cendekiawan muslim, seperti HMI dan PMII, untuk dapat lebih merincinya sehingga menjadi visi perjuangan. Sifat pelayanan yang terbuka niscaya mendorong pengakuan masyarakat bahwa organisasi kemasyarakatan merupakan aset nasional, yang kehadirannya dirasakan oleh anggota masin-masing, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks organisasi keislaman seperti HMI, Muhammadiyah dan NU, baru dapat dikatakan telah mengepresikan konsep islam rahmatn lil ‘alamin bila berhasil melakukannya lewat dakwah bil lisanil hal dakwah dengan pekerjaan yang nyata bagi masyarkat. Dalam tingkat ini, eksistensi merka akan dijaga oleh masyarkat sendiri.
Om JO Leimena
Pengalaman kebersamaan di antara umat beragama baru dirasakan ketika mereka menghadapi musuh bersama. Kebersamaan yang diwujudkan karena adanya musuh bersama harus dapat ditingkatkan menjadi kebersamaan karena tanggung jawab yang sama. Karena yang.
Pertama berfsifat reaktif, sedang yang terakhir bersifat kreatif. Meskipun begitu prlu untuk direnungkan kembali pengalaman kebersamaan umat beragama ketika menghadapi PKI, khususnya ketika PKI dan ……… anteknya menuntut dibubarkannya HMI. Boleh jadi mengenang kembali pengalaman ini akan besar manfaatnya bagi para peserta Konres HMI di Lhok Seumawe yang sebagian besar belum lahir ketika peristiwa itu berlangsung.
Pada 28 September 1965 CGMI, ormas kemahasiswaan milik PKI menyelenggarakan malam penutupan kongresnya, dimana hadir ……………. Dan dari pejabat tinggi negara selain Presiden Soekarno juga hadir wakil perdana mentri (Waperdam) J. Leimena yang akrab dengan panggilan Oom Jo. Pembicara dari CGMI dan Aidit sendiri secara blak-blakan mendesak Bung Karno, benar-benar berani melawan arus. Dengan lantang Oom Jo berkata bahwa organisasi apapun bila memang “Kontra Revolusi” dan tidak “Progresif Revolusioner” termask CGMI mesti di bubarkan. Oom jo kemudian mengingatkan pentingnya menggalang kekuatan revolusioner Orang-orang HMI waktu itu paham belaka bahwa pidato Oom Jo yang bersifat HMI itu, ikut serta memengaruhi Bung Karno sehingga malam itu HMI tidak di bubarkan. Ketikapada tahun 1970, pada kesempatan menghadiri GMKI di Malang, saya bertemu Oom Jo dan saya bertanya tentang latar belakang pidatonya itu. Oom Jo mengatakan bahwa ia mengerti betu sifat Bung Karno yang di alektis, dimana dalam kesempatan tewrtentu Bung Karno mendengar pendirian Waperdamnya, jikalau ada sesuatu tuntutan atau pembubaran organisasi.
Posisi “Tegan”
Oom Jo memandang bahwa kedudukan umat beragama sudah sangat terancam oleh PKI, bila tuntutan PKI untuk membubarkan HMI dipenuhi Oom Jo yakin bahwa itru bukan tuntutan yang terakhir , akan menyusul korban lainnya. “Oleh karena itu” kata Oom Jo “ Saya Mengambil posisi Tegen ( Melawan) terhadap tuntutan PKI”. Menurut Oom Jo akan lain kejadiannya kalau malam itu atas nama Waperdam yang berbicara Soebandrio. Itulah pengalaman kebersamaan karena menghadapi musuh bersama, tetapi hal ini penting di ungkapkan kembali bagi generasi penerus agar di jadikan “modal” untuk menggalang kebersamaan demi tanggung jawab yang sama yaitu menyukseskan pembangunan sebagai pengamalan pancasila. Untuk itu amat penting dilakukan kesamaan persepsi tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi bersama seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki pelbagai latar belakang budaya, agama dan kepercayaan.
Terasa masih actual kalau pada penutup tulisan ini saya salinkan kembali intisari Tajuk Rencana Harian “Sinar Harapan” tanggal 7 Febuari 1975 berjudul “Dies Natalis HMI” Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) telah merayakan Diesa Natalisnya yang ke-28 secara sederhana di Jakarta. Dalam perayaan tersebut berteme pokok “Berhimpun dan Beramal Untuk Meningkatkan Harkat kemanusiaan”, diuraikan peranan dan tanggung jawab HMI yang telah dijalankan selama 28 tahun ini. tema pokok Dies HMI tersebut tentu tidak hanya bermanfaat bagi HMI atau dunia kemahasiswaan, tetapi merupakan suatu ajakan cukup menarik bagi masyarakat luas. Karena dengan tema tersebut dikandungmaksud untuk berbuat sebanyak dan sebesar mungkin guna kepentingan seluruh rakyat Indonesia yang sekarang ini sedang membangun manusia seutuhnya untuk meningkatkan harkat kemanusiaan.
Dengan kepelbagaian pelaksanaan program-program yang pada dasarnya akan bermuara pada tujuan nasional kita : membina kehidupan bangsa yang bersatu dan berdaulat yakni masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila,maka semboyan “bhinneka Tunggal Ika” benar-benar dihayati dalam artian sesungguhnya. Sekian saja kutipan inti sari tajuk rencana “Sinar Harapan” mudah-mudahan bermanfaat dan ikut serta memberi inspirasi bagi para peserta kongres di Lhok Seumawe islam membuat keputusan-keputusan yang tidak saja di tunggu oleh 150.000 anggota HMI dan ribuan alumninya, tetapi oleh sejarah. Adakah HMI akan duduk-duduk saja di pinggir sejarah, atau ikut serta memainkan peranan.
Sumber : Suara pembaruan, Jakarta, 25 juni 1985
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari