Sebuah catatan kecil untuk sekedar dikenang dan orang tau bahwa aku pernah Hidup. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia!” semoga dengan catatan kecil ini dapat bermanfaat dan menebarkan kebaikan Apa yang dikatakan akan lenyap, apa yang ditulis akan abadi. Aku melintasi kehidupan Kuberanikan diri menulis catatan ini untuk mengabadikan momen hidup (Muhamad Edwan Ansari)
Rabu, Desember 25, 2013
KHAWARIJ DAN MU’TAZILAH
BAB I
PENDAHULUAN
Perpecahan kaum muslimin menjadi kelompok-kelompok pemikiran yang banyak tidak dapat dipungkiri lagi. Semua itu tidak lepas dari jauhnya mereka dari ajaran Rasulullah danpara sahabatnya dalam beragama.
Munculnya kelompok murji’ah ini diawal masa tabi’in tepatnya setelah selesai pemberontakan atau fitnah Ibnu Al-Asy’ats, sebagaimana dinyatakan Qataadah bin Da’aamah As-Sadusi, “Irja’ (pemikiran murji’ah) munculnya setelah kekalahan Ibnu al-Asy’ats”.
Dalam kesempatan ini, kami akan memaparkan aliran Teologi Murji’ah, meliputi: asal usul kemunculan, pemikiran, dan perbandingan sekte-sekte Murji’ah.
BAB II
KHAWARIJ DAN MU’TAZILAH
A. KHAWARIJ
1. Latar Belakang Kemunculan Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari kata bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, timbul, atau memberontak. Ini mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak iman yang sah. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muwiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan Pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah penganti Ali sangat mengecewakan orang-orang Khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hakum selain hakum yang ada di sisi Allah.” Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut juga nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.
Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka Mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
2. Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya
Di antara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah berikut ini.
a. Khalifah atau iman harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahnnya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
f. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
g. Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
h. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.
i. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau brgabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (Negara Islam).
j. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
k. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
l. Anar ma’ruf nahi munkar.
m. Memelingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat(samar).
n. Quran adalah makhluk.
o. Manusia memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial.
Melihat pengertian politik secara praktis-yakni kemahiran bernegara atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi dan hasyat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan Khawarij dapat dikatakan sebagi sebuah partai politik. Politik juga ternyata merupakan doktrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reakdi terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin Negara, karena ia seorang tulaga. Kebencian ini bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah belum lama.
Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watk dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas.
Namun, mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) daripada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari seumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang-orang yang mempunyai prinsip Khawarij ini sering mengunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting.
Adapun doktrin-doktrin selanjutnya yakni kategori sebagai doktrin teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam.
Dapat di asumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skripturalis sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis itu tidak nampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poindi bawah berikut.
Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin Khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelmpok Khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.
3. Perkembangan Khawarij
Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagi doktrin sentaral yang memicu timbulnya doktri-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat retan pada pepecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal sengan sesame kelompok Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat jumlah tentang sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari berapa banyak sub sekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa sub sekte khawarij yang besar terdiri dari 8 macam, yaitu:
a. Al Muhakkimah
b. Al Azriqah
c. An Nadjat
d. Al Baihasiyah
e. Al Ajaridah
f. As Saalabiyah
g. Al Abadiyah
h. As Sufriyah
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih di anggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin lain hanya perlengkap saja. Sayangnya, pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoritis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi tidak jelas. Hal ini menyebabkan-dalam kondisi tertentu-seseorang dapat disebut mukmin dan pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir.
Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat islam saat itu sebab, dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin.
Kendatipun demikian, ada sekte Khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterimakasih kepada Allah. Orang semacam ini, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran Khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut:
a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam.
b. Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam sebagimana yang dipahami dan di amalkan golongan lain tidak benar.
c. Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan
d. Karena pemerintah dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan
e. Meraka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan tertentu.
B. AL-MURJI’AH
1. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di belakang atau mengkudiankan, yaitu orang yang mengutamakan iman daripada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing kelak di hari kiamat.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah. Dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah, mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak kelak di hari kiamat.
2. Doktrin-doktrin Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal dengan sebutan The Queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologis, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul pada saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemakuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punidhment of sins), ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predes tination).
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Wattt merincinya sebagai berikut:
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan Rahmat Allah.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris dari kalangan Helenis.
Masih berkaitan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:
a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah kelak di hari kiamat.
b. Menyerahkan keputusan Kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan/ mementingkan iman daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun gangguan atas seseorang.
3. Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah itu sendiri tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam problemyang cukup mendasar ketika para pengamat mengklafikasikan sekte-sekte Murji’ah. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:
a. Murji’ah-Khawarij,
b. Murji’ah-Qadariyah,
c. Murji’ah-Jabariyah,
d. Murji’ah Murni,
e. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).
Sementara itu Muhammad Imarah menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:
a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan.
b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalihi.
c. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus as-Samary.
d. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
e. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban.
f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan ad-Dimsaqy.
g. An-Najariyah, pengikut al-Husain bin Muhammad an-Najr.
h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah an-Nu’man.
i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thaumi.
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr al-Murisy.
l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam as-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadis.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah: Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Yang mana pandangan tiap-tiap kelompok itu dijelaskan sebagai berikut:
a. Al-Jahmiyah
Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan Kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Ash-Shalihiyah
Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa Iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan Kufur adalah tidak tahu Tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepada Allah dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu juga dengan zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan saja.
c. Al-Yunusiyah dan Al-Ubaidiyah
Kelompok ini berpandangan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d. Al-Hasaniyah
Kelompok ini menmyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan, “saya tahu Tuhan mewajibkan naik Haji ke Ka’bah bagi yang mampu, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah itu di India atau tempat lain
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perang Siffin ini merupakan peristiwa yang sangat penting di dalam perjalanan sejarah umatIslam. Hal ini disebabkan peristiwa perang Siffin itu membawa akibat terjadinya berbagaiperubahan, terutama mengenai perubahan system politik kenegaraan dan timbulnya golongan-golongan di kalangan Umat Islam yang satu sama lain saling bertentangan.Perang Siffin meletus akibat dari politik yang dilakukan oleh Khalifah Usman bin Affanpada masa menjelang akhir pemerintahannya. Persoalan politik terus berlanjut dan bahkan makinberkembang setelah usainya perang Siffin, yang akhirnya membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan Theologi.Golongan khawarij memandang Ali, Mu’awiyah, Amru bin Ash, Abu Musa Al Asy’ari dan lain-lain sudah keluar dari Islam, bahkan dianggap murtad dan wajib dibunuh
Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat.
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun Teologis. Diantaranya, Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah: Pertama, Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan Murji’ah sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan. Kedua, Selama meyakini dua Kalimah Syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
Sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah terdapat banyak sekali perbedaan antar peneliti yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, pada dasarnya terbagi menjadi dua sekte, yaitu: Murji’ah Moderat dan Murji’ah Ekstrim.
SUMBER PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari