BAB I
PENDAHULUAN
Kelahiran Ilmu Pendidikan Islam sebagai sebuah mata kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Fakultas Tarbiyah IAIN seluruh Indonesia pada tahun 1978 disambut dengan pro dan kontra oleh kalangan dosen IAIN sendiri, sampai sekarang pun masih ada ilmuwan yang tidak mengakui keberadaan Ilmu Pendidikan Islam. Namun sikap demikian rupanya tidak menggoyahkan mata kuliah ini sebagai sebuah disiplin ilmu baru yang diberikan kepada mahasiswa. Malah sekarang mata kuliah ini telah meningkat statusnya menjadi mata kuliah yang harus diterima semua mahasiswa Fakultas Tarbiyah.
Penulis beranggapan bahwa kelahiran Ilmu Pendidikan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu merupakan suatu keharusan dalam rangka menjawab tantangan zaman, sekaligus menyongsong kebangkitan kembali kebudayaan Islam di masa datang karena sudah tenggelam pada tujuh abad yang silam. Paling tidak ada tiga hal yang melatarbelakangi kelahiran Ilmu Pendidikan Islam, yaitu:
1. Islam mempunyai konsep dasar tentang pendidikan manusia.
2. Pendidikan Islam dewasa ini banyak dipengaruhi oleh budaya Barat sehingga sulit untuk berkembang sebagaimana mestinya.
3. Islam tidak bisa dipisahkan dengan ilmu pengetahuan.
Konsep Dasar Pendidikan Manusia menurut Islam
Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber utama dalam menggali konsep dasar pendidikan menurut Islam. Al-Qur’an yang merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia (hudan linnas) tidak diragukan lagi kebenarannya telah menguraikan bagaimana kehidupan manusia di dunia ini (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana caranya) telah digariskan oleh Al-Qur’an, kemudian untuk lebih jelasnya Rasulullah saw memberikan keterangan-keterangannya yang disebut dengan al-Hadits.
M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS. 4:175) yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Rasulullah saw bertindak sebagai penerima Al-Qur’an, bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia (QS. 67:2). Menyucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam. Dengan demikian manusia dapat mengabdi kepada Allah Sang Pencipta (QS. 51:56) dengan peranannya sebagai khalifah di muka bumi (QS. 2:30) untuk membangun dan memakmurkannya (QS. 11:61) sebagaimana yang digariskan oleh Allah Swt.
Namun demikian menurut Modawi bahwa untuk menemukan teori-teori dari tafsiran modern mengenai Al-Qur’an, maka Pendidikan Islam dalam hubungannya dengan situasi dan kondisi masa kini untuk mencapai hasil yang sempurna, makna Al-Qur'an harus berhadapan dengan kebutuhan masa kini. Di sinilah diperlukan ijtihad untuk menelorkan penafsiran baru dalam menjawab tantangan zaman.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa konsep pendidikan Islam itu sebenarnya esensinya sudah ada dalam Al-Qur'an dan al-Hadits tinggal lagi kemampuan kita untuk menggali konsep tersebut agar bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman yang selalu berkembang. Di sinilah sebenarnya peran Ilmu Pendidikan Islam yang harus benar-benar diperhatikan oleh para ilmuwan dan cendekiawan muslim.
Uraian ini sekaligus dapat membantah bahwa pendidikan Islam itu tidak ada. Anggapan ini terutama dianut oleh kaum sekuler yang hanya mengakui ilmu pengetahuan itu hanyan didapat melalui penelitian empiris atau lapangan, sedangkan wahyu dalam hal ini Al-Qur'an dan al-Hadits menurut mereka bukanlah ilmu pengetahuan melainkan hanya agama. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Konsep Pendidikan Islam Dewasa ini
Menurut Fazlur Rahman dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa sejenis sekularisme muncul di dunia Islam di masa-masa pramodernis karena macetnya pemikiran Islam pada umumnya, khususnya karena kegagalan lembaga-lembaga hukum dalam menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang berubah yang dipengaruhi oleh kebudayaan Barat. Keadaan seperti ini memunculkan jenis pendidikan yang berbeda-beda dalam dunia Islam. Ada yang menerima pengaruh Barat tanpa harus memfilternya seperti yang dilakukan di Turki, ada yang menolak sama sekali pengaruh Barat seperti yang terjadi pada pesantren di Indonesia pada zaman penjajahan dan ada pula yang menerima dengan memfilternya lebih dahulu. Sikap yang ketiga ini umumnya dilakukan setelah pertengahan atau perempat terakhir abad keduapuluh.
Namun demikian sikap terakhir ini tampaknya masih belum sempurna karena pengaruh Barat yang terlalu mendalam ke dalam pendidikan Islam di samping keadaan pendidikan Islam sendiri yang masih sulit untuk berkembang karena faktor-faktor ekonomis sulit untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Pengaruh Barat yang begitu mendalam ke dalam dunia pendidikan Islam ini disebabkan karena para pengambil keputusan sampai kepada pelaksananya masih belum memiliki wawasan Islam dan tidak didorong oleh cita-cita Islam. Kenyataan ini sudah pasti merupakan bencana yang begitu menyulitkan dalam pendidikan Islam. Keadaan ini tampaknya masih berjalan sampai sekarang ini akhir abad keduapuluh. Sebagai contoh Ilmu Pendidikan Islam sekarang ini masih ada yang meragukan keberadaannya, padahal sudah jelas sekali bahwa Ilmu Pendidikan Islam memegang peranan penting dalam pengembangan pendidikan Islam itu sendiri. Keadaan seperti ini hendaknya disadari oleh pengambil kebijakan dan pelaksana pendidikan Islam.
Usaha untuk mengejar ketertinggalan mutu pendidikan Islam ternyata juga menemui kendala yang bersifat ekonomis. Keadaan lembaga dan pengelola pendidikan Islam sering menghadapi kenyataan kekurangan dana dalam memnuhi tuntutan fasilitas dan membayar gaji/honor para pengajar dan karyawannya. Sehingga tidak jarang guru tidak sepenuhnya mengajar karena keperluan mereka tidak bisa ditutupi dengan gaji atau honor yang diterima.
Keadaan fasilitas gedung dan peralatan yang tidak memadai ternyata juga mempengaruhi proses belajar mengajar baik terhadap guru maupun muridnya. Mutu pendidikan yang rendah diiringi dengan fasilitas gedung dan peralatan yang seadanya ternyata juga berakibat menurunnya jumlah murid untuk memasuki sekolah tersebut, akhirnya sekolah kehilangan murid dan keberadaan sekolahpun tidak bisa dipertahankan.
Islam dan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa keberuntungan bagi umat manusia pada satu pihak, namun di pihak lain di balik keberuntungan itu banyak bahaya yang mengintai kepada kehancuran alam dan umat manusia itu sendiri, apabila tidak dikendalikan secara benar oleh pemiliknya. Iptek dewasa ini ditandai dengan dua ciri yaitu sekularisme dan materialisme. Sekularisme membelah kebenaran menjadi dua yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran relegius; keduanya tidak bisa dipertemukan dan memang tidak boleh dipertemukan. Sedangkan materialisme menggiring iptek untuk menempatkan materi pada posisi sentral, segalanya dipandang dari segi materi, termasuk manusia hanya dipandang sebagai makhluk biologis; akhirnya proses evolusi materi bisa menghilangkan kepercayaan para ilmuwan kepada Tuhan Yang Maha Pencipta. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk mengantisipasi hal di atas, para sarjana muslim telah melaksanakan Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam yang telah dilaksanakan di Mekah pada tahun 1977 dengan jawaban sebagai berikut:
“Education should aim at the balanced growth of the total personality on Man through the training of Man’s spirit, his intellect, the rational self, feelings and bodily senses.
In order to facilitate the implementation of this aim, the Conference suggested that a new curriculum should be designed on the basis of a new classification of knowledge. The Conference rejected the classification followed in Europe and America and imported in Muslim countries and asserted that: Planning of Education be based on the classification of knowledge into two categories: (a) ‘perennial’ knowledge derived from the Qur’an and the Sunnah meaning Shari’ah oriented knowledge relevant and related to them, and (b) ‘acquired’ knowledge, susceptible of quantitative and qualitative growth and multiplication, limited variations and cross-cultural borrowings as long as consistency with the Shari’ah as the of values is maintained.”
Kutipan di atas maksudnya adalah pendidikan dimaksudkan untuk menyeimbangkan pertumbuhan kepribadian manusia secara utuh melalui latihan jiwa manusia, pikiran, perasaan, dan indera secara keseluruhan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, konferensi menyarankan suatu kurikulum yang didasarkan atas klasifikasi ilmu pengetahuan yang baru. Konferensi menolak klasifikasi ilmu pengetahuan yang dipakai di Eropa dan Amerika yang diimpor ke negara-negara muslim dan menyatakan: “Perencanaan pendidikan didasarkan kepada klasifikasi ilmu pengetahuan dalam bentuk dua kategori:
1. Ilmu pengetahuan yang abadi yang berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah atau yang berorientasi kepada Syariah.
2. Ilmu pengetahuan yang diperoleh, yang dibatasi selama konsisten dengan Syariah sebagai sumber nilai.
Konferensi pendidikan Islam di Mekah tersebut diikuti dengan konferensi-konferensi selanjutnya antara lain Konferensi tentang Perencanaan Kurikulum di Islamabad tahun 1980. Kemudian pada bulan Januari 1982/Rabiul Awwal 1402 di kota yang sama telah dilaksanakan Seminar yang disponsori oleh Universitas Islam Islamabad dan Lembaga Pengkajian Islam Internasional. Seminar tersebut telah dihadiri oleh sarjana muslim dari seluruh dunia yang sudah dikenal dalam bidangnya dan tergolong sebagai spesialis-spesialis tingkat dunia dalam berbagai disiplin ilmu, di samping masalah-masalah Islam. Seminar ini juga telah menghasilkan delapan belas makalah Islamisasi berbagai disiplin ilmu.
Sehubungan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan ini Direktur Lembaga Pengkajian Islam Internasional, Isma’il Raji al-Faruqi menyatakan:
“Kini sudah tiba saatnya bagi cendekiawan-cendekiawan muslim meninggalkan metode-metode asal tiru yang berbahaya itu dalam reformasi pendidikan. Bagi mereka reformasi pendidikan hendaklah Islamisasi pengetahuan modern itu sendiri. Jadi tugas mereka adalah sama, walaupun dalam jangkauan yang luas, dengan yang dilakukan leluhur kita yang mencernakan pengetahuan pada zaman mereka dan menghasilkan warisan Islam berupa kultur dan peradaban. Sebagai disiplin-disiplin, sains-sains sastra, sains-sains sosial, dan sains-sains pasti alam harus disusun dan dibangun ulang, diberikan dasar Islam yang baru yang konsisten dengan Islam.”
Dari uraian di atas jelaslah bahwa iptek tidak bisa dipisahkan dari Islam, dan sebagai titik pangkal dari semua itu tidak lain dari pada pendidikan Islam, yang secara konsepsional dibahas dalam Ilmu Pendidikan Islam.
BAB II
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM
Kelihatannya pendidikan Islam itu banyak dipahami dengan pengertian yang berbeda-beda bahkan terjadi kerancuan di antara berbagai pemahaman orang terhadapnya. Tidak jarang terjadi pertentangan di antara para ahli, misalnya istilah yang kelihatannya mirip dengan pendidikan Islam seperti pendidikan Agama Islam. Secara singkat istilah tersebut dibedakan sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya menurut Islam.
2. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan materi-materi Agama Islam.
Dalam pembicaraan ini kita fokuskan kepada pendidikan Islam karena inilah yang kita bahas selanjutnya.
Pengertian Pendidikan Islam menurut Bahasa
Berhubung pendidikan Islam itu berasal dari konsep Islam maka tinjauan secara lughawi atau bahasa harus dikembalikan kepada bahasa asalnya yaitu Bahasa Arab. Umumnya para ahli pendidikan Islam terutama dari Mesir menggunakan istilah Tarbiyah Islamiyah dengan susunan kata sifat (shifat maushuf).
Pembahasan ini terfokus lagi kepada kata tarbiyah yang berasal dari kata ربا yang berarti mengembangkan, menumbuhkan; bertambah. Dalam hal ini bisa diterjemahkan dengan mendidik sesuai dengan potensi yang ada atau menumbuhkan potensi yang ada yang sesuai dengan fitrah manusia.
Syed Muhammad al-Naquib al-Attas tidak setuju dengan istilah tarbiyah yang menjadi padanan kata pendidikan dalam Islam. Beliau berpendapat bahwa kata tarbiyah tersebut merupakan produk kerancuan semantik yang dapat mengacaukan konsepsi tentang pendidikan Islam. Konsep tarbiyah lebih menonjolkan kasih sayang, sedangkan ta’dib lebih menonjolkan pengetahuan (ilm) daripada kasih sayang. Karena itu ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan cermat bagi konsepsi pendidikan Islam, yang mencakup tarbiyah dan ta’lim.
Ada beberapa istilah bahasa Arab yang mengacu kepada pendidikan dalam hal ini, di samping dua istilah tadi yaitu tahdzib, termasuk juga ta’lim walaupun juga berarti pengajaran. Namun yang banyak dipakai oleh para ahli adalah tarbiyah. Dalam Al-Qur'an yang ditemukan hanya kata ra-ba dan a-li-ma sedangkan a-da-ba hanya ditemukan dalam Al-Hadits. Inilah mungkin sebabnya mengapa banyak para ahli menggunakan istilah tarbiyah. Ahmad Fu’ad al-Ahwani menyatakan bahwa dahulu seorang guru disebut dengan mu’addib yang bermakna menjadi teladan, sekarang diistilahkan dengan murabbi. Tampaknya ada pergeseran istilah dalam hal ini, namun al-Ahwani tidak menyebutkan kapan perubahan itu terjadi, apabila perubahan itu terjadi hanya pada masa modern ini maka sinyalemen al-Attas mungkin ada benarnya.
Pembahasan tentang pendidikan Islam ini juga berpedoman kepada ayat Al-Qur'an yaitu berpedoman kepada ayat yang pertama turun serta dikaitkan dengan ayat pertama surah al-Fatihah. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:
اقرا باسم ربك الذى خلق (1) خلق الا نسان من علق (2) اقرا وربك الاكرم (3) الذى علم بالقلم (4) علم الانسان مالم يعلم (5)
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tak diketahui.
الحمد لله رب العالمين (1)
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Ayat pertama yang turun tersebut berbicara tentang pendidikan pada manusia serta penciptaan manusia, sedangkan ayat pertama pada ummul-Qur’ān berbicara tentang pemeliharaan alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.
Fokus pertama yang menjadi perhatian terhadap kedua ayat tersebut adalah kata “Rabb” yang mempunyai akar kata yang sama dengan “tarbiyah” yang diartikan dengan pendidikan, dalam hal ini pendidikan Islam (al-tarbiyah al-Islāmiyah).
Penulis lebih setuju dengan istilah tersebut karena dalam ayat tentang pendidikan tersebut terkandung kata Rabb yang artinya Tuhan yang Maha Pencipta dan Pendidik alam semesta. Karena itu kata tarbiyah punya dasar yang kuat dalam makna esensi pendidikan Islam.
Kata “rabb” pada dasarnya bermakna pendidikan yang mempunyai akar kata yang sama dengan “tarbiyah” yang berasal dari fi’l mādhiy يربو - ربا yang artinya tumbuh dan bertambah. Ada juga yang menyatakan berasal dari رب yang artinya mengembangkan sesuatu sedikit demi sedikit sampai menjadi sempurna, atau secara singkat artinya mendidik.
Kata “rabb” apabila berdiri sendiri artinya adalah Tuhan. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya Allah Swt. melakukan pendidikan terhadap seluruh makhluknya, berupa pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, perbaikan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersifat rabbāniy sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ali ‘Imran, 3/89:79, berikut ini:
ما كان لبش أن يؤتيه الله الكتاب والحكم والنبوة ثم يقول للناس كونوا عباد الى من دون الله ولكن كو نوا ربا نيين بماكنتم تعلمون الكتاب وبماكتنم تدرسون (79)
Tiadalah wajar bagi seorang manusia yang telah diberikan Allah kepadanya al-Kitab, hukum dan kenabian, yang berkata kepada manusia lainnya; “Jadilah engkau penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Semestinya (dia berkata): “Jadilah engkau orang-orang rabbāniy, karena engkau selalu mengajarkan dan mempelajari ak-Kitab”.
Yang dimaksud dengan rabbāniy di sini adalah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah, yang cirinya antara lain mengajarkan Kitab Allah, baik yang tertulis dalam Al-Qur'an maupun yang tidak tertulis yang ada di alam raya ini; serta selalu mempelajarinya terus menerus.
Pengertian Pendidikan Islam menurut Istilah
Selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian pendidikan Islam menurut tinjauan para ahli, antara lain sebagai berikut:
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim.
Yūsuf al-Qardhāwiy, berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya: akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, serta akhlak dan keterampilannya.
Muhammad ‘Athiyat al-Abrāsyiy, pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak, akan tetapi tidak mengabaikan dalam mempersiapkan hidup seseorang tentang usaha dan rezekinya; karena itu mencakup pula pendidikan jasmani, hati, keterampilan, bahasa, dan lain-lain.
Ahmad Fu’ād al-Ahwāniy berpendapat bahwa pendidikan Islam sejak pada mulanya lahirnya Islam adalah pendidikan agama, akhlak, amal, dan jasmani; tanpa mengabaikan salah satu di antaranya. Hal ini disebabkan karena pendidikan Islam bertujuan untuk mendidik dan membersihkan jiwa, mencerdaskan akal, dan memperkuat jasmani.
H. M. Arifin berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang agar kehidupannya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam, karena dalam jiwa dan kepribadiannya telah tertanam nilai-nilai Islam.
Zuhairini, dan kawan-kawan berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia berdasarkan Al-Qur'an dan hadist.
Pada umumnya definisi atau pendapat para ahli di atas tidaklah berbeda, walaupun pengungkapan pendapat mereka berbeda-beda. Pada intinya mereka berpendapat bahwa pendidikan Islam itu adalah pendidikan yang didasarkan kepada ajaran Islam yang pada pokoknya bersumber pada Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad saw., yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam yang diambil istilah dari al-tarbiyat al-Islamiyat dalam bahasa Arab dengan susunan shifat maushuf dalam bahasa Indonesia disebut dengan susunan kata benda dengan kata sifat yang secara leterlik diartikan dengan pendidikan yang Islam atau pendidikan yang Islami.
Oleh sebab itulah pendidikan Islam sejajar dengan pendidikan lain pada umumnya. Pendidikan Islam tidak hanya mencakup pendidikan agama dalam pandangan mikro, tetapi juga mencakup dalam pandangan makro yaitu pendidikan manusia seutuhnya; fisik dan mental; lahir dan batin; duniawi dan ukhrawi.
Islam mempunyai konsep yang mantap tentang pendidikan manusia. Konsepsi pendidikan tersebut telah tertuang dalam Al-Qur'an dan hadist. Allah telah menunjuk Nabi Muhammad saw untuk menjadi Rasul yang berfungsi sebagai pendidik utama dan pertama dalam Islam. Beliau telah melaksanakan tugasnya dengan mencapai hasil yang gemilang. Dalam waktu yang tidak begitu lama beliau telah berhasil membangun masyarakat Islam yang berakhlak mulia, padahal sebelumnya masyarakat tersebut merupakan masyarakat jahiliyah, yang penuh dengan kebejatan moral.
Menurut Muhammad ‘Athiyat al-Abrāsyiy, berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan sendi kebudayaan yang kuat bagi kaum Muslimin. Hal ini tidak bisa dibantah oleh para ahli pendidikan dan sejarah. Pendidikan Islam sejalan dengan pendidikan modern dewasa ini; Islam menghargai ilmu dan ulama; memperhatikan sungguh-sungguh segala jenis pendidikan dan tidak membedakan siapapun untuk mengecap pendidikan.
Risalah yang disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada umat manusia berupa Al-Qur'an dan hadist adalah sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam. Sebagai dasar, berarti keduanya dianggap sebagai dalil yang qath’iy bagi pelaksanaan pendidikan Islam sehingga merupakan landasan yang tidak pernah goyah oleh goncangan situasi dan kondisi perubahan tempat dan zaman. Sedangkan sebagai sumber, berarti keduanya merupakan dalil atau teori yang bisa dikembangkan dan ditelaah secara ilmiah. Dalam arti bahwa Al-Qur'an dan hadist memiliki keluasan makna atau tafsir yang kontekstual dinamis. Di sinilah sebenarnya fungsi para ahli pendidikan Islam yang dituntut untuk selalu menggali dan mengembangkan pendidikan Islam sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut telah dinyatakan oleh Allah Swt. dalam Q.S. Al-Baqarah, 2/87:2, yang berbunyi:
ذالك الكتب لاريب فيه هدى للمتقين (2)
Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya, merupakan petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
Rasulullah saw juga menyatakan dalam sebuah hadistnya yang antara lain berbunyi:
تركت فيكم شيئين لن تضلوا بعد هما كتاب الله وسنتى ...
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Untuk mengenal lebih jauh bagaimana sebenarnya ruang lingkup pembahasan pendidikan Islam itu, Muhammad Munir Mursiy mengemukakan asas-asas pendidikan Islam yang ditransfer oleh Sofyani menjadi karakteristik. Dengan melihat karakteristik akan tergambarlah ruang lingkup pendidikan Islam, yaitu:
1. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sempurna
Dalam pendidikan Islam manusia dipandang sebagai makhluk yang sempurna, dalam hal ini manusia dipandang sebagai totalitas individu yang terdiri atas rohani yang didominasi oleh akal dan jasmani. Pendidikan Islam tidak memandangnya secara berat sebelah; antara akal dan jasmani mendapat perhatian yang sama. Hal ini disebabkan karena antara kedua aspek tersebut saling mempengaruhi; antara akal dan jasmani. Sudah menjadi suatu kewajaran walau tidak mutlak benar, sebagaimana dikatakan bahwa akal yang sehat terletak dalam tubuh yang sehat. Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada semacam mudhghah, apabila mudhghah itu baik maka baiklah tubuh semuanya; apabila mudhghah tersebut rusak maka rusaklah semuanya; itulah yang disebut dengan hati.
Karena pentingnya jasmani dalam pendidikan Islam, Rasulullah memerintahkan untuk memelihara kesehatan jasmani; sesungguhnya bagi tubuh ada haknya bagi seseorang. Di samping itu Islam mewajibkan suci badan jika beribadah.
Pendidikan Islam juga memerintahkan untuk memperhalus perasaan dengan melatihnya dalam keutamaan-keutamaan seperti mencintai sesama manusia dan menghilangkan sifat egois. Dalam hal ini Rasulullah saw bahwa jihad melawan hawa nafsu lebih dahsyat daripada jihad melawan musuh di medan pertempuran.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang mementingkan semua aspek kehidupan rohani dan jasmani manusia yang membebaskan akal dari keraguan, nafsu dari ketakutan dan penghambaan kepada manusia, serta jasmani dari hawa nafsu dan syahwat. Karena semuanya itu akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. sebagaimana dalam Q.S. Al-Isrā’, 17/50:36 yang berbunyi:
... ان السمع الصر والفو أد كل الئك كان عنه مسولا (36)
…Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.
Ayat di atas dengan jelas mengisyaratkan bahwa semua aspek kehidupan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah baik perbuatan yang bersifat lahiriah maupun batiniah.
2. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang seimbang
Islam menghendaki kehidupan yang seimbang antara kehidupan dunia dan kehidupan di akhirat kelak, maksudnya agar manusia hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya, di samping itu juga mempersiapkan hidup di akhirat kelak dalam bentuk amal ibadah. Pendidikan Islam mempersiapkan manusia yang bisa hidup dalam keadaan seimbang tersebut, sehingga salah satu di antara keduanya tidak terabaikan. Hal ini telah dinyatakan Allah, antara lain dalam Q.S. Al-Qashash, 28/49:77 dan Al-Baqarah, 2/87:201 yang berbunyi:
وابتغ فيما أتاك الله الدار الآخرة ولا تنس نصبيك من الدنيا ... (77)
Dan carilah yang dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan akhirat. Dan janganlah kamu lupa akan nasibmu di dunia ini …
... ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الاخرة خسنة وقنا عذاب النار (201)
…Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksa neraka.
Kedua ayat di atas menunjukkan perlunya keseimbangan dalam kehidupan manusia di dunia ini, karena hal tersebut sesuai dengan fitrah manusia sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah. Pendidikan Islam menghendaki adanya perwujudan keseimbangan tersebut dalam mencapai tujuannya.
3. Pendidikan Islam adalah pendidikan teori dan praktek
Dalam mencapai tujuan, pendidikan Islam tidak menghendaki penguasaan pengetahuan semata, atau dengan kata lain penguasaan kognitif semata, tapi juga pengamalan dan penghayatan terhadap pengetahuan yang telah diterima, atau dengan istilah lain penguasaan dalam aspek afektif dan psikomotor.
Dalam pendidikan Islam dikehendaki adanya persesuaian antara pengetahuan dan perbuatan; perkataan dan perbuatan untuk mencapai manusia muslim yang sempurna. Karena itu pendidikan Islam selalu membina dan membiasakan tradisi kebaikan terhadap anak didik baik melalui teori maupun praktek dari para pendidik terutama dalam memberikan keteladanan. Hal tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah saw sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah Q.S. Al-Ahzab, 33/90:21 yang berbunyi:
لقد كان لكم فى رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الاخر وذكر الله كثيرا (21)
Sesungguhnya pada Rasulullah itu adalah suri tauladan yang baik bagi kamu yaitu bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan hari akhirat serta dia banyak menyebut Allah.
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Rasulullah sebagai pendidik, selalu memberikan contoh tauladan di samping menyampaikan ajaran Islam melalui perkataan yang dikenal dengan istilah hadist atau sunnah.
4. Pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan masyarakat
Pendidikan Islam ditegakkan atas pendidikan kemanusiaan berupa pendidikan individu secara mendasar. Pendidikan tersebut berupa pendidikan keutamaan pribadi yang akan melahirkan kebaikan bagi masyarakat. Bukan sebaliknya yaitu pendidikan yang melahirkan manusia individualis, yang menimbulkan kerusakan di dalam masyarakat.
Dalam Islam diajarkan orang Islam itu bersaudara, diibaratkan bagai suatu bangunan; antara yang satu dengan yang lain saling menopang. Atau diibaratkan sebagai tubuh yang satu; apabila salah satu anggotanya sakit, maka seluruh anggotanya yang lain akan merasakan sakit. Demikianlah gambaran sebuah masyarakat muslim yang di dalamnya terdiri dari individu-individu yang peka terhadap masalah-masalah sosial.
Islam mengajarkan keadilan dalam ber-mu’amalat, karena itu seorang muslim dilarang men-zhalim saudaranya dalam hal apapun. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl, 16/70:90 yang berbunyi sebagai berikut:
ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغى يعظكم لعلكم تذكرون (90)
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat baik, memberi bantuan kepada kerabat, serta melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan. Dia mengajarkan kepadamu agar kamu selalu ingat.
Pendidikan Islam menghendaki adanya pembinaan tradisi yang baik sejak masa kanak-kanak sehingga terbinanya individu yang merupakan anggota masyarakat yang kuat, yang didasari atas keadilan dan kemaslahatan umum.
5. Pendidikan Islam adalah pendidikan kata hati
Kata hati manusia adalah sesuatu yang mengarahkan kepada jalan untuk berbuat baik. Untuk ini pendidikan Islam berusaha menghidupkannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk ini perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi tingkah laku manusia, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Hal tersebut banyak sekali diungkapkan Allah dalam Al-Qur'an, seperti tercantum dalam firman-Nya Q.S. Al-An’am, 6/53:3 yang berbunyi:
وهو الله فى السموت وفى الارض يعلم سركم وجهركم ويعلم ماتكسبون (3)
Dan Dialah Allah (Yang disembah) di langit dan di bumi; Dia mengetahui apa saja yang kamu rahasiakan dan tampakkan, serta mengetahui yang kamu usahakan.
Dengan demikian pendidikan Islam berusaha menanamkan dalam jiwa anak didik agar dia selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. dalam segala hal di manapun dan kapanpun ia berada. Apabila perasaan tersebut sudah tertanam dalam hati sanubari mereka, insya Allah mereka akan selalu berusaha berbuat baik dan meninggalkan perbuatan jahat di manapun dan kapanpun ia berada.
Di samping itu, kata hati harus selalu dipelihara dan dikembangkan, karena apabila kata hati tersebut dibiarkan tanpa adanya pemeliharaan dan pengembangan maka dia akan menjadi mandul atau tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk memelihara dan mengembangkan kata hati agar selalu berfungsi sebagai pengontrol segala tindakan seseorang maka di sinilah tugas yang diemban oleh pendidikan Islam.
6. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sesuai dengan fitrah manusia serta meningkatkan instink
Pendidikan Islam membina keselamatan terpeliharanya fitrah manusia yang telah dibawanya sejak lahir; fitrah tersebut adalah fitrah Islam. Di samping itu pendidikan Islam juga berusaha untuk menumbuhkan kecenderungan fitrah itu sehingga tidak berkembang ke arah yang tidak sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Hal tersebut telah dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadist yang berbunyi:
ما من مو لود الا يو لد على الفطرة وانما ابواه يهود انه او ينصر انه او يمجسانه ...
Sehubungan dengan fitrah manusia ini, Allah telah menandaskan dalam firman-Nya Q.S. Al-Rum, 30/84:30 yang berbunyi:
فأ قم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لاتبديل لجلق الله ذالك الدين القيم ولكن اكثر الناس لايعلمون (30)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Islam. Allah telah menciptakan manusia atas fitrah Allah. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Demikian itulah agama yang lurus; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Sesuai dengan firman Allah dan hadist di atas, pendidikan Islam berusaha untuk mengikuti apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasulullah saw, sehingga fitrah manusia tetap terpelihara.
Di samping hal di atas pendidikan Islam juga berusaha untuk meningkatkan instink manusia agar bisa diarahkan dan dikendalikan sehingga tidak terjerumus ke arah hal yang membahayakan. Hal ini seperti yang dikehendaki Allah dalam firman-Nya Q.S. Al-A’raf yang berbunyi:
... وكلوا واشربوا ولاتسرفوا انه لا يحب المسر فين
…dan makanlah dan minumlah, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Dalam melakukan proses pendidikan ini tentu saja diadakan pembiasaan terhadap anak didik sejak kecil sehingga menjadi watak yang melekat dalam pribadinya.
7. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang diarahkan kepada kebaikan
Dengan didasarkan kepada firman Allah Q.S. Al-Anbiya’, 21/73:107 yang berbunyi:
وما ارسلناك الارحمة للعلمين (107)
Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Dari ayat di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw adalah untuk membawa kebaikan bagi seluruh alam semesta, khususnya kepada umat manusia yang menjadi khalifah Allah di muka bumi ini. Secara lebih khusus lagi terutama dalam membawa kepada pembinaan individu dan masyarakat. Islam adalah agama kemasyarakatan yang membawa kepada kebahagiaan umat manusia; perbuatan baik terhadap orang lain merupakan indikasi adanya iman dalam diri seorang muslim. Hal tersebut diungkapkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya yang berbunyi:
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لاخيه مايحب لنفسه
Dalam istilah Ushul- al-Fiqh adalah pemeliharaan terhadap tujuan syariat (maqashid al-Syari’) yang terdiri dari lima macam yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dengan terpeliharanya kelima macam kebutuhan manusia tersebut berarti tercapailah kebaikan manusia hidup di dunia dan di akhirat kelak. Kemaslahatan di atas bukan saja ditujukan untuk individu tapi juga untuk kemaslahatan masyarakat, yang maksudnya mendatangkan keuntungan serta menghilangkan kerugian atau kesulitan. Oleh sebab itu kemaslahatan ini bisa berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia serta lingkungannya.
Pendidikan Islam memberikan sumbangan terciptanya pemeliharaan kelima kebutuhan manusia itu serta memberikan bimbingan agar manusia memahami akan perlunya memelihara kelima kebutuhan tersebut, sehingga mereka benar-benar menyadari akan perlunya pemeliharaan kelima kebutuhan dasar manusia tersebut.
8. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang terus menerus
Pendidikan Islam secara luas tidak mengenal batas dalam pelaksanaan proses. Pendidikan tersebut berlangsung terus menerus sepanjang hidup manusia sejak dari buaian sampai meninggal dunia. Dalam istilah sekarang dikenal dengan pendidikan seumur hidup (life long education) yang baru diperkenalkan pada abad kedua puluh ini oleh UNESCO sebuah lembaga pendidikan PBB.
Di samping itu pendidikan Islam berprinsip bahwa kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah, baik secara individual maupun komunal. Karena itu pendidikan Islam berusaha untuk mempersiapkan individu agar bisa menghadapi tantangan yang selalu muncul baik dalam pribadinya maupun dalam masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang selalu berusaha untuk memberikan jalan keluar kepada manusia dalam menghadapi kesulitan yang ditemui, agar mereka tidak berputus atas rahmat Allah dalam menghadapi cobaan hidup, sebagaimana firman-Nya Q.S. Az-Zumar 39/59:53 yang berbunyi:
قل يعبادى الذين اسرفوا على انفسهم لاتقنطوا من رحمة الله ... (53)
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka, jangan kamu berputus asa atas rahmat Allah.
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk selalu memperbaiki dirinya, karena itu manusia harus selalu menjalani proses pendidikan hingga akhir hayatnya.
9. Pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang universal
Prinsip ini berlandaskan kepada firman Allah Q.S. Al-Hujurat, 49/106:13 yang berbunyi:
يأيها الناس انا خلقناكم من ذكر وانثى وجعلناكم شعوبا وقباءل لتعارفوا ان اكرمكم عند الله اتقاكم ... (13)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu….
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa pendidikan Islam tidak membedakan terhadap semua manusia dalam pendidikan sebab semua mereka sama di sisi Allah, baik laki-laki maupun perempuan, baik bangsa Arab maupun bagsa lainnya di pelosok manapun di dunia ini. Semua mereka berhak mendapatkan pendidikan Islam dengan materi yang sama, tanpa adanya perbedaan. Mereka semua diharapkan menjadi orang yang beriman, berilmu, dan beramal.
10. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang selalu up to date
Dengan berpegang pada firman Allah Q.S. Al-Ma’idat, 5/112:3 yang berbunyi:
... اليوم اكملت لم دينكم واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلام دينا ... (3)
… Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku rela Islam itu menjadi agamamu ….
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sempurna, yaitu berupa konsep pendidikan berasal dari Allah Swt, yang sesuai untuk segala tempat dan zaman. Namun demikian tidak berarti konsep yang telah sempurna tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan yang sudah terperinci. Karena keadaannya demikian maka diperlukan adanya usaha untuk menggali dan mengembangkan konsep tersebut. Dengan kata lain Allah Swt telah memberikan dasar-dasar agar pendidikan Islam itu bisa dilaksanakan di segala tempat dan zaman.
Jadi pendidikan Islam bukanlah pendidikan yang tetap tidak menerima perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut bisa saja terjadi selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh Allah Swt.
Demikian sepuluh karakteristik pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Muhammad Munir Mursiy dengan istilah asas pendidikan Islam. Dengan adanya uraian di atas dapat memperjelas bagaimana sebenarnya ruang lingkup pendidikan Islam itu.
BAB III
METODOLOGI ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Sebelum membicarakan metodologi Ilmu Pendidikan Islam, perlu terlebih dahulu dijelaskan perbedaannya dengan metodologi pendidikan Islam. Metodologi Pendidikan Islam membicarakan tentang bagaimana cara mengajar atau mendidik dalam Pendidikan Islam; sedangkan metodologi Ilmu Pendidikan Islam membicarakan bagaimana caranya mendapatkan teori-teori dalam rangka mengembangkan Ilmu Pendidikan Islam. Jadi di sini kita berbicara dalam tinjauan epistemologis, bukan dalam tinjauan praktis atau operasional.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, Ilmu Pendidikan Islam juga harus memenuhi persyaratan yang dimiliki oleh disiplin ilmu lainnya, yaitu:
1. Adanya obyek yang merupakan sasaran pembahasan.
2. Adanya metode telaah (metodologi penelitian) yang dipergunakan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu tersebut.
3. Adanya sistematika dari ilmu tersebut sehingga tercipta suatu kesatuan dalam pembahasannya.
Manusia merupakan obyek material Ilmu Pendidikan Islam, obyek ini ada kesamaan dengan disiplin ilmu lainnya seperti sosiologi, ekonomi, psikologi, dan ilmu pendidikan. Yang membedakannya dengan disiplin ilmu lainnya adalah pada obyek formal yaitu yang merupakan segi atau fokus pembahasan dari ilmu tersebut. Para ahli pendidikan Islam merumuskan bahwa pembentukan kepribadian muslim merupakan fokus pembahasan ilmu pendidikan Islam.
Dalam pembicaraan masalah obyek ini, Ilmu Pendidikan Islam memiliki pandangan tersendiri terhadap manusia sesuai dengan pandangan Islam terhadap manusia. Hal ini tentu berbeda dengan pandangan disiplin ilmu modern terhadap manusia.
Dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah bukan terjadi dengan sendirinya, sebagaimana juga alam semesta dengan segala isinya. Hal ini tentu berbeda dengan pandangan ilmu modern yang mengabaikan terhadap masalah ini dan sepertinya menganggap manusia terjadi dengan sendirinya.
Secara ringkas, Omar Muhammad al-Tumi al-Syaibani menyebutkan delapan prinsip pandangan Islam terhadap manusia seperti dikutip Zakiah Daradjat, yaitu:
1. Manusia merupakan makhluk yang termulia di dalam jagat raya ini.
2. Kemuliaan dimiliki oleh manusia.
3. Manusia adalah makhluk yang berpikir.
4. Manusia memiliki tiga dimensi yaitu jasmani, akal, dan ruh.
5. Dalam pertumbuhannya, manusia dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya.
6. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7. Manusia diciptakan berbeda antara satu dengan lainnya.
8. Manusia memiliki sifat yang luwes dan selalu berubah.
Sehubungan dengan Pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang mulia
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana ajaran Islam, karena itu manusia ditempatkan pada kedudukan yang mulia, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. 17 (al-Isra’):70. Kemudian juga manusia memiliki fisik yang bagus dan seimbang (Q.S. 95 al-Tin:4) Allah dalam hal ini melengkapi manusia dengan akal dan perasaan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
b. Manusia sebagai khalifah di bumi
Manusia mengemban tugas sebagai khalifah Allah di permukaan bumi ini, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. 2 al-Baqarah:30, Q.S. 10 Yunus:14, dan Q.S. 6 al-An’am: 165.
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik
Manusia menurut Zakiah Daradjat merupakan makhluk yang mempunyai potensi dididik dan mendidik, dan ini merupakan fitrah manusia yang diberikan oleh Allah. Dalam kehidupannya manusia selalu mengadakan interaksi antar sesamanya yang bersifat mendidik sehingga terjadinya kelangsungan hidup manusia secara turun temurun hingga sekarang ini; yang mana satu generasi mewarisi generasi terdahulu walaupun kehidupan manusia itu selalu berkembang dari generasi ke generasi lainnya.
Berbeda dengan disiplin ilmu modern yang dikembangkan hanya berdasarkan penelitian empirik, maka Ilmu Pendidikan Islam tidak hanya dikembangkan dengan penelitian empirik tetapi juga mengacu kepada penelitian terhadap wahyu yang merupakan pedoman dalam ajaran Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Islam ilmu dibagi menjadi dua kategori yaitu ilmu yang bersifat wahyu dan ilmu yang diperoleh dari penelitian. Dengan demikian Ilmu Pendidikan Islam juga dikembangkan dengan penelitian terhadap wahyu dan penelitian empirik atau lapangan.
Dalam hal penelitian terhadap wahyu, dewasa ini telah dikemukakan sebuah metode yang sangat cocok dikembangkan dalam Ilmu Pendidikan Islam yaitu metode tafsir tematik terutama sekali digunakan dalam menggali topik-topik yang aktual dewasa ini kemudian dicarikan pemecahannya melalui penelitian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an.
Menurut M. Quraish Shihab, metode tafsir tematik dicetuskan pertama kali oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumi, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar. Sejak itu banyak dosen tafsir yang berhasil karya ilmiahnya dengan menggunakan metode tafsir tematik.
Selanjutnya metode tersebut dikembangkan oleh Abdul Hay al-Farmawi yang menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin al-Azhar yang ditulisnya dalam buku yang berjudul Al-Bidayah fi ’l-Tafsir ‘l-Maudu’i dengan merumuskan secara rinci langkah yang harus ditempuh dalam menerapkan tafsir tematik. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan masalah atau tema yang akan dibahas.
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut.
3. Menyusun urutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab turunnya.
4. Menyusun pembahasan dalam sebuah kerangka yang utuh.
5. Melengkapi pembahasan dengan hadist-hadist yang relevan.
6. Mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang umum (‘am) dan yang khusus (khas), yang mutlak dan yang muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga semua ayat-ayat tersebut bertemu dalam suatu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
Tampaknya langkah-langkah yang dirumuskan di atas banyak terkait dengan persoalan hukum sehingga al-Farmawi perlu merumuskan untuk langkah mengurutkan ayat-ayat sesuai dengan urutan turunnya. Untuk masalah-masalah atau tema-tema yang tidak terkait dengan hukum, mungkin hal tersebut bisa diabaikan. Namun sebab turunnya ayat tentu tetap diperlukan untuk diketahui sehingga bisa lebih memperdalam dan mempertajam pembahasan.
Sehubungan dengan langkah-langkah di atas, M. Quraish Shihab berusaha mengembangkannya dengan mengemukakan beberapa hal berikut berikut:
a. Penetapan tema yang dibahas; dalam menetapkan tema, hendaknya diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh masyarakat dan dirasakan langsung kemanfaatannya bagi masyarakat. Oleh sebab itu adanya kesan pembahasan teoritis yang dipengaruhi oleh keterikatan yang dihasilkan oleh metode tahlili bisa dihindari. Hal ini berarti seorang mufassir tematik harus terlebih dahulu mempelajari problem-problem yang muncul di masyarakat, atau ganjalan pemikiran yang membutuhkan jawaban Al-Qur'an, kemudian baru memunculkan tema yang dibahas.
b. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya; hal ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan petunjuk Al-Qur’an, terutama sekali bagi mereka yang berpendapat adanya nasikh mansukh.
c. Penggunaan kosakata sebagai pembantu; walaupun metode ini tidak mengharuskan uraian tentang kosakata. Pengamatan terhadap pengertian kosakata, demikian juga pesan-pesan yang dikandung oleh suatu ayat, hendaknya diarahkan antara lain kepada bentuk dan timbangan kata yang digunakan, subyek dan obyeknya serta konteks pembicaraannya, misalnya bentuk ism memberi kersan kemantapan, fi’l mengandung arti pergerakan, dan al-jar memberi kesan keterkaitan dalam keikutan. Sehubungan dengan penggunaan kosakata ini ada beberapa kitab yang bisa membantu antara lain Al-Mu’jam ‘l-Mufahras li Alfaz ‘l-Qur’an karya Muhammad Fu’adalah Abd ‘l-Baqi dan Mu’jam Maqayis ‘l-Lughah karya Abi ‘l-Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria.
d. Perlunya memahami sebab turunnya ayat; hal ini penting mengingat peranannya yang sangat besar dalam memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam perkembangan selanjutnya Abdul Muin Salim dalam disertasinya yang diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, lebih mengembangkan lagi metode tafsir tematik tersebut dengan dirumuskannya teknik-teknik interpretasi sebagai berikut:
1. Interpretasi tekstual yaitu teknik penafsiran yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dan al-Hadis, yang dikenal juga dengan istilah tafsir bilma’thur.
2. Interpretasi linguistik yaitu penafsiran dengan menggunakan pengertian-pengertian kosakata dan kaidah bahasa Arab antara lain berupa makna etimologis dan leksikal.
3. Interpretasi sistematis yaitu teknik penafsiran dengan cara menghubungkan secara sistematisdan logis antara ayat dengan ayat lainnya dalam Al-Qur’an yang dikenal dengan istilah munasabah.
4. Interpretasi sosio-historis yaitu teknik penafsiran yang menggunakan data sejarah yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat Arab dan masyarakat tetangganya semasa ayat-ayat diturunkan.
5. Interpretasi teleologis yaitu teknik penafsiran yang menggunakan kaidah-kaidah fiqih dengan cara merumuskan tentang hikmah yang terkandung dalam aturan-aturan agama.
6. Interpretasi kultural yaitu teknik penafsiran dengan menggunakan pengetahuan yang mapan dalam memahami Al-Qur'an seperti ilmu pengetahuan modern dewasa ini, termasuk pendapat para ahli dalam bidangnya.
7. Interpretasi logis yaitu teknik penafsiran yang menggunakan prinsip logika untuk memperoleh kandungan suatu pro-posisi ayat-ayat Al-Qur'an.
Sebenarnya, sebahagian teknik di atas telah tercakup dalam langkah-langkah yang telah dikemukakan seperti munasabat. Namun dalam teknik tersebut lebih diperjelas lagi penggunaannya.
Kalau pada pertama lahirnya metode tafsir tematik ini banyak terarah untuk membahas hukum Islam, maka di Indonesia obyek tersebut lebih diperluas dengan menerapkannya pada penelitian untuk pengembangan disiplin ilmu pengetahuan yang islami terutama sekali dalam hal ini pendidikan Islam. Noeng Muhajir berpendapat bahwa untuk mengintegrasikan ilmu dengan wahyu maka metode tafsir tematik perlu digunakan karena selama ini telaah epistemologi ilmu pendidikan Islam masih banyak dipengaruhi oleh telaah epistemologi posivistik. Hal ni bisa dilihat dari kenyataan teoritik dan praktik dalam lembaga pendidikan Islam dari lembaga terendah hingga yang tertinggi, seperti IAIN. Secara lebih khusus lagi bisa dilihat dari materi ilmu pendidikan Islam yang direncanakan dalam perkuliahan, ternyata masih banyak yang masih belum menyentuh secara mendalam terhadap sumber utama ajaran Islam.
Secara umum penelitan terhadap wahyu tersebut bisa termasuk ke dalam penelitian kepustakaan. Namun metode tafsir tematik merupakan metode yang berdiri sendiri dalam penelitian kepustakaan. Dalam penelitian kepustakaan banyak dipergunakan metode induksi dan deduksi untuk mengambil suatu kesimpulan.
Pada bagian kedua ini kita akan membicarakan metode penelitian lapangan, dalam hal ini pembicaraan kita tidak bisa lepas dari metode penelitian lapangan yang telah dikembangkan dewasa ini.
Secara umum metode yang dipakai dalam penelitian lapangan ada tiga macam, yaitu:
a. Metode historis
Metode ini digunakan untuk meneliti masalah atau keadaan pendidikan di masa lalu. Metode ini merupakan penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan Islam sudah berlangsung sejak empat abab yang lampau, sejak Rasulullah saw. menyebarkan Islam kepada pengikut-pengikutnya. Terbukti pada saat itu beliau sangat berhasil dalam melaksanakan pendidikan kepada umatnya. Dalam waktu yang relatif singkat (lebih kurang 23 tahun) beliau berhasil merombak secara radikal terhadap peradaban jahiliah menjadi peradaban yang islami. Segala sikap dan tindakan Rasulullah saw. dalam melaksanakan dakwah Islam dalam hal ini pendidikan Islam, dapat diteliti melalui kitab-kitab hadis atau tarikh yang sampai sekarang masih terpelihara, yang merupakan sumber sekunder.
Pendidikan Islam yang dilaksanakan setelah zaman Rasulullah yaitu zaman Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, dan zaman keemasan perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam pada Dinasti Abbasiyah juga merupakan bahan telaah yang menarik. Dari sana bisa dilihat kebaikan atau kelemahan suatu teori yang dilaksanakan pada saat itu, bagaimana pelaksanaannya, dan sebagainya. Akhirnya bisa dibentuk suatu teori yang sesuai dengan keadaan sekarang.
b. Metode deskriptif
Metode ini digunakan untuk meneliti gejala pendidikan yang sedang terjadi sekarang ini. Metode deskriptif mempunyai ciri:
1) Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang aktual.
2) Data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan dianalisis (metode ini sering disebut juga metode analisis).
Sekarang pendidikan Islam sudah mulai berkembang baik dalam bentuk formal, informal, maupun non-formal. Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan pendidikan Islam diperlukan adanya metode penelitian ini.
Dalam menggunakan metode deskriptif ini diperlukan adanya teknik-teknik penelitian seperti: observasi, wawancara, dan angket sehingga dapat diperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Metode eksperimen
Metode ini dipakai dengan jalan mengadakan percobaan-percobaan terhadap kasus atau masalah yang diselidiki. Dalam dunia pendidikan, jenis metode ini memerlukan jangka waktu yang panjang jika dinding dengan percobaan yang dilakukan dalam ilmu kimia di laboratorium. Dalam bentuknya yang paling sederhana, metode ini mempunyai tiga ciri:
1) Suatu variable bebas dimanipulasi.
2) Semua variable lainnya, kecuali variable bebas, dipertahankan tetap.
3) Pengaruh manipulasi variable bebas terhadap variable terikat diamati.
Adanya kebijakan baru dalam pendidikan atau pendidikan Islam, dalam pelaksanaan atau penerapannya jika dipandang dari satu sisi boleh jadi merupakan eksperimen suatu teori yang berupa kebijakan tersebut, karena hasil dari kebijakan itu belum diketahui secara pasti. Hal ini sering terjadi dalam dunia pendidikan, misalnya perubahan kurikulum. Dilihat dari sisi lain sudah tentu kebijakan baru bukan merupakan eksperimen karena sebelum kebijakan itu dilaksanakan tentunya sudah digodok dengan sematang-matangnya.
Lebih jauh masalah metode penelitian ini bisa dipelajari dalam buku-buku metodologi penelitian, karena sebenarnya semua metode dan teknik dalam metode penelitian tersebut bisa digunakan dalam pengembangan Ilmu Pendidikan Islam.
BAB IV
KEGUNAAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dalam silabus kurikulum Fakultas Tarbiyah yang lalu dicantumkan fungsi dan peranan pendidikan Islam atau dalam hal ini adalah Ilmu Pendidikan Islam. Tampaknya kegunaan ini akan lebih sistematis diuraikan jika dibahas kedua masalah tersebut.
Ilmu Pendidikan Islam adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan dari disiplin ilmu-ilmu Islamic Studies, yang sejajar kedudukannya dengan ilmu-ilmu Agama Islam lainnya seperti ‘Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, dan Ilmu Kalam, sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 1982.
Fungsi Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam sebagai suatu disiplin ilmu, dalam perkembangannya harus dapat memenuhi fungsinya dalam tiga kerangka tugas, yaitu:
a. Mengajarkan berbagai teori dan kenyataan pengetahuan yang menjadi temuannya. Fungsi ini disebut dengan fungsi edukatif dalam pengembangan Ilmu Pendidikan Islam.
b. Melakukan berbagai penelitian baik kepustakaan maupun lapangan. Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah teori-teori pendidikan Islam. Fungsi ini disebut dengan fungsi pengembangan bagi Ilmu Pendidikan Islam.
c. Menerapkan berbagai temuan atau teori pendidikan Islam dalam pengelolaan operasional pendidikan Islam. Fungsi ini disebut dengan fungsi pengabdian bagi Ilmu Pendidikan Islam.
Dengan fungsi di atas Ilmu Pendidikan Islam mempunyai peranan senteral dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya yaitu menghubungkan antara konsep Islam dengan ilmu pengetahuan sehingga mengacu kepada kesatuan kebenaran (Unity of Truth). Hal ini dimaksudkan agar dapat melestarikan kerangka dasar nilai-nilai islami pada peserta didik, agar terbentuk pribadi seutuhnya sehingga dapat menjadi sumber daya insani yang berkualitas bagi pembangunan kehidupan masyarakat di masa mendatang.
Selama ini ilmu pengetahuan yang dikenal dengan istilah science selalu memisahkan antara yang bersifat empiris dengan non-empiris; dan yang non-empiris ini tidak termasuk ke dalam pembahasan science. Para sarjana Barat tidak mengakui hal yang non-empiris seperti wahyu sebagai ilmu pengetahuan karena mereka menganggap ilmu pengetahuan sebagai hasil dari penelitian yang bersifat empiris. Di samping itu, science harus bebas dari nilai moral (value). Mereka menyusun ilmu dan teknik dengan metode yang secara langsung membentuk paham atheis; alam semesta ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada pengaturnya dan pengendalinya.
Ilmu tersebut telah diserap oleh lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia, sehingga berlangsung ratusan tahun sejak Napoleon Bonaparte menginjakkan kakinya di Mesir pada abad ke sembilanbelas. Alhamdulillah pada penghujung abad ke duapuluh ini dunia Islam telah menyadarinya, tepatnya pada tahun 1977 yang telah dilaksanakan Konferensi Dunia Pertama Pendidikan Islam di Mekkah.
Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa ilmu pengetahuan modern harus tunduk kepada wahyu. Hal ini merupakan keputusan seminar pendidikan Islam tersebut, sehingga diharapkan ilmu yang ditransfer melalui lembaga pendidikan Islam harus diformulasi sedemikian rupa sehingga berhubungan dengan wahyu.
Hubungan ilmu dengan wahyu berarti pula hubungan ilmu dengan Islam, karena antara wahyu dengan Islam merupakan satu hakekat yang sama jika dipandang dari segi nilai-nilai Islam, dalam hal ini nilai-nilai Islam. Dalam Islam, ilmu tidak bisa dipisahkan dari agama sebagaimana yang terjadi dunia Barat. Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan sebagaimana telah dibuktikan pada zaman keemasan Islam. Para ilmuwan Muslim seperti Al-Kindiy, Al-Farabiy, dan Ibnu Sina selalu menghubungkan ilmu yang mereka kembangkan dengan wahyu.
Sehubungan dengan hal di atas, Allah berfirman dalam Q. S. Āli ‘Imrān, 3/89: 190–1 yang berbunyi:
ان فى خلق السمو ت و الارض واختلف اليل والنهار لايت لاولى الالبب ه الذين يذكرون الله قيما وقعودا وعلى جنو بهم ويتفكرون فىحلق السموت والارض ربنا ماخلقت هذا بطلا سبحنك فقنا عذاب النار
Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta terjadinya pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring, serta memikirkan penciptaan langit dan bumi. (Mereka berkata): Ya Tuhan kami, tidaklah sia-sia Engkau menciptakan ini semua, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa neraka.
Alam dengan segala isinya yang terdiri dari bumi dan langit merupakan obyek penelitian ilmu pengetahuan empirik yang memberikan inspirasi kepada manusia, sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini. Sebenarnya Allah menginginkan agar dengan penelitian tersebut manusia bisa memikirkan kebesaran pencipta alam semesta ini, sebab melalui penelitian itu manusia akan melihat rahasia-rahasia alam yang begitu teratur dalam satu sistem yang sangat kompleks dan rumit yang tunduk kepada satu hukum tunggal yaitu sunnatullah yang diatur oleh Yang Maha Mulia dan Maha Mengetahui.
Akan tetapi rupanya harapan Allah tersebut, malah menimbulkan hal yang sebaliknya, manusia malah lupa dengan Yang Maha Pencipta. Sebagian manusia malah tidak mengakui adanya Yang Maha Pencipta, mereka beranggapan bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya; alam terjadi melalui proses evolusi, tanpa ada yang mengatur dan menjadikannya; alam ini terjadi karena hukum yang ada pada alam itu sendiri yang disebut dengan hukum alam.
Pandangan di atas hampir menguasai seluruh ilmuwan Barat. Umumnya mereka tidak mau menghubungkan antara masalah agama dengan ilmu pengetahuan, mereka menganggap kedua bidang ini mempunyai lahan garapan yang berbeda; agama mempunyai lahan garapan spiritual sedang ilmu pengetahuan pada lahan garapan material. Hal ini berlangsung sejak terjadinya trauma yang melanda para ilmuwan Barat di penghujung abad pertengahan yaitu terjadinya pertentangan antara gereja dengan para ilmuwan yang mempertahankan pendapat mereka, sehingga menambah luasnya jurang pemisah tersebut.
Hal ini tidak terjadi pada masa abad keemasan Islam di abad pertengahan. Antara ilmu pengetahuan dan agama Islam tidak terjadi saling pertentangan, keduanya malah saling menunjang; agama Islam selalu mendorong kepada pemeluknya untuk menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Muslim menganggap hukum alam sebagai sunnatullah yang obyektif, tertib, dan teratur. Segala kesimpulan obyektif telaahan mereka tidak pernah berlawanan dengan Al-Qur’an dan Hadis, bahkan keduanya selalu memperkuat hasil penelitian mereka.
Peleburan Dikhotomi antara Ilmu Pengetahuan dan Islam
Dalam pendidikan Islam, ilmu pengetahuan pada hakekatnya menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tanda itu berada dalam diri manusia, di alam semesta yang luas ini, di dalam bentuk tertulis sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an. Karena itu ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah, lebih-lebih lagi dalam proses pendidikan Islam dalam rangka membentuk kepribadian muslim yang utuh. Maka dalam hal ini pengetahuan agama dan pengetahuan umum tidak bisa dipisahkan.
Para ahli pendidikan Islam telah menyadari bahwa dalam dunia pendidikan Islam sekarang ini terjadi dualisme dalam kurikulum pendidikan Islam, yaitu terpisahnya antara dua kelompok besar materi pendidikan yang tidak berhubungan satu sama lain. Kedua materi itu adalah materi pendidikan agama dan materi pendidikan umum. Dalam uraian ini kedua istilah itu digambarkan menjadi ilmu yang berdasarkan wahyu yang secara khusus membina akhlak manusia, dan ilmu yang diperoleh sendiri oleh manusia, namun harus tunduk kepada wahyu, karena ilmu ini juga harus membina akhlak manusia walaupun tidak secara langsung. Hal ini disebabkan karena ilmu tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap pemikiran, sikap, dan tindak tanduk seseorang.
Apabila kriteria science di atas dipakai sebagai kriteria ilmu maka ada beberapa ilmu dalam Islam yang tidak bisa disebut dengan ilmu, seperti Ilmu Tafsir. Oleh sebab itu ilmu dalam Islam meliputi semua ilmu pengetahuan yang mempunyai ruang lingkup semesta, baik mengenai masalah-masalah empiris-kuantitatif-inderawi, maupun mengenai sesuatu yang non-empiris-kualitatif-supra indrawi.
Ilmu Pendidikan Islam, disamping berperan dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan yang secular yang sekarang merajalela di kalangan kaum muslimin, juga berhak menerima teori-teori science modern dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Untuk itulah seorang cendekiawan muslim, Isma’il Raji al-Faruqi yang menjabat sebagai Direktur Lembaga Pengkajian Islam Internasional mencanangkan Islamisasi pengetahuan. Dengan program ini diharapkan akan tercapainya tujuan yang terinci sebagai berikut:
a. Penguasaan disiplin ilmu modern.
b. Penguasaan khazanah Islam.
c. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern.
d. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern.
e. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.
Bagaimanapun keadaannya ilmu modern dewasa ini harus dikuasai menurut al-Faruqi, karena dunia Islam memang ketinggalan dari dunia Barat. Setelah itu ilmu tersebut harus diintegrasikan ke dalam warisan Islam dengan mengadakan elemenasi, perubahan, penafsiran kembali dan penyesuaian terhadap pandangan Islam yang utuh.
Islamisasi ilmu pengetahuan yang dicanangkan al-Faruqi tampaknya paling tidak mengandung salah satu dari empat unsur berikut:
1. Islam memberikan dasar kepada ilmu pengetahuan, yang sekarang ini apriori terhadap masalah ketuhanan atau ketauhidan. Alam semesta ini dalam pandangan ilmu pengetahuan modern seolah-olah tercipta dan berproses dengan sendirinya tanpa ada yang mencipta dan mengaturnya. Islam memberikan dasar ketauhidan terutama kepada ilmu pengetahuan alam (natural science) bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah dan diatur menurut sunnatullāh.
2. Islam menyumbangkan teori-teori ilmu pengetahuan melalui Al-Qur'an dan Hadis, sehingga manusia dapat lebih memahami terhadap alam semesta ini, termasuk dirinya sendiri. Hal ini merupakan kemurahan dan rahmat Allah kepada manusia selaku khalifah Allah di dunia ini.
3. Islam memberikan nilai-nilai kepada ilmu pengetahuan, terutama sekali terhadap ilmu-ilmu sosial yang banyak berbicara tentang kehidupan manusia dengan segala kebutuhan dna problematikanya.
4. Islam memberikan pengarahan dalam menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan hasilnya teknologi, untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat manusia, bukan sebaliknya membawa bencana kepada umat manusia, karena ingin memenuhi nafsu serakah manusia.
Secara terperinci al-Faruqi telah merumuskan langkah-langkah yang sistematis untuk merealisasikan tujuan tersebut yang terdiri dari duabelas langkah sebagai berikut:
a. Penguasaan terhadap disiplin ilmu modern dengan jalan menguasai kerangka disiplin ilmu tersebut. Kemudian memilahnya menurut kategori-kategori, prinsip-prinsip, problem-problem, metodologi-metodologi, dan tema-tema, sehingga mencerminkan sebuah daftar isi suatu buku teks klasik.
b. Survey terhadap disiplin ilmu modern, terutama mengenai asal-usul perkembangannya serta pertumbuhan metodologinya, cakrawala wawasannya, dan sumbangan pemikiran tokoh utamanya. Langkah ini dimaksudkan untuk memantapkan pemahaman ilmuwan muslim terhadap disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia Barat.
c. Penguasaan khazanah Islam; warisan para ilmuwan muslim perlu dipakai sebagai titik awal dalam islamisasi ilmu pengetahuan. Proses ini akan gersang jika tidak memanfaatkan pandangan brilliant para pendahulu. Di sinilah kadang-kadang timbul problem tentang ketidaksamaan khazanah ilmiah Islam dengan ilmu-ilmu modern.
d. Penguasaan khazanah ilmiah Islam dalam tahap analisa. Analisa sejarah terhadap sumbangan khazanah ilmiah Islam akan memperjelas berbagai wilayah wawasan Islam, misalnya bagaimana memahami wawasan Islam sehingga menjadi perintah-perintah praktis dan sebuah gaya hidup. Khazanah pemikiran Islam ini juga harus dianalisa dari perspektif masalah-masalah masa kini.
e. Penentuan relevensi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu. Khazanah Islam diterjemahkan menjadi prinsip-prinsip yang setara dengan disiplin-disiplin ilmu modern dalam tingkat keumuman, teori, referensi, dan aflikasinya. Ada tiga masalah pokok yang harus dijawab sehubungan dengan relevensinya ini:
1) Apakah yang telah disumbangkan Islam, mulai dari Al-Qur'an, hingga para modernis masa kini kepada seluruh masalah yang dicakup disiplin ilmu modern?
2) Bagaimana bobot sumbangan tersebut jika dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai ilmu-ilmu modern?
3) Jika ada yang tidak terjangkau khazanah Islam, usaha apa yang harus ditempuh untuk mencapai kekurangan tersebut?
f. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern pada tingkat perkembangan masa kini. Ini adalah suatu langkah utama dalam proses islamisasi. Dalam hal ini relevansi Islam disusun untuk semua disiplin dilihat dari sudut pandang Islam, sehingga memberikan kecerahan bidang permasalahan yang memerlukan perbaikan, penambahan, dan perubahan atau penghapusan.
g. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam dalam tingkat perkembangan masa kini. Yang dimaksud dengan khazanah Islam di sini adalah pemahman terhadap Al-Qur'an dan hadis serta karya manusia berdasarkan sumber utama tersebut melalui usaha intelektual. Tugas ini dibebankan kepada para ahli dalam disiplinnya dan dibantu oleh para ulama pewaris Islam, agar diperoleh pengertian yang sedapat mungkin paling benar dan sesuai.
h. Survei terhadap permasalahan yang dihadapi umat Islam. Umat Islam dewasa ini sedang menghadapi permasalahan-permasalahan yang besar dan rumit dalam semua bidang kehidupannya. Hal ini perlu diteliti secara empirik dan sistematik dengan analisa yang kritis. Islam tidak membenarkan ilmuwan muslim bertahta di menara gading; ilmu mereka haruslah bermanfaat bagi umat, bukan untuk kemegahan dan keuntungan material secara pribadi.
i. Survei terhadap permasalahan yang dihadapi umat manusia pada umumnya. Islam diturunkan ke permukaan dunia bukan untuk umat Islam saja, melainkan untuk kebahagiaan seluruh umat manusia. Umat Islam diharapkan menjadi pelopor dalam memakmurkan dunia ini, sehingga segala tatanan kehidupan dapat diatur secara Islami. Gagasan ini tentu sangat ideal, tapi inilah yang diharapkan oleh Allah Swt; orang muslimlah yang diharapkan untuk menjadi khalifah Allah.
j. Analisa kreatif dan sintesa. Setelah dikuasainya disiplin ilmu modern dan khazanah Islam, dengan melihat kekuatan dan kelebihan masing-masing sampai kepada penelitian terhadap permasalahan yang dihadapi umat manusia, maka sintesa kreatif harus dilakukan untuk mendobrak kemandegan yang telah berlangsung selama beberapa abad, sehingga membuka cakrawala yang lebih jauh daripada apa yang telah dijangkau oleh disiplin ilmu modern.
k. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dalam bentuk buku teks tingkat perguruan tinggi. Buku-buku teks tersebut disusun untuk semua disiplin ilmu, dengan memberikan kebebasan kepada para ahli untuk mengembangkan analisa kritisnya sehingga menimbulkan keanekaragaman gagasan baru yang memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang Islami.
l. Penyebarluasan ilmu-ilmu yang Islami. Untuk ini semua karya para ilmuwan muslim tersebut harus dipublikasikan, sehingga memberikan manfaat kepada sebanyak mungkin makhluk Allah. Karya apa saja yang dibuat berdasarkan lillāhi ta’āla adalah menjadi milik seluruh umat. Penyebaran ini bukan sekedar informasi tapi penyebaran Islam yang dapat membangkitkan tenaga-tenaga baru yang mengembangkan tugas lii’lā kalimātillāh.
Meskipun rencana ini mengandung banyak kelemahan menurut para ahli namun gagasan al-Faruqi ini memberikan sumbangan yang besar terhadap penyusunan materi pendidikan Islam, terutama sekali yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan modern yang sekarang ini telah memasuki kurikulum pendidikan Islam.
Sebenarnya di dalam Al-Qur'an telah tercantum banyak teori ilmu pengetahuan sebagaimana diungkapkan oleh para ahli. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memang mempunyai sumbangan besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Teori tersebut dapat diungkap dari beberapa sumber, antara lain:
Afzalur Rahman mengemukakan bahwa di dalam Al-Qur'an paling tidak telah memberikan teori 27 cabang ilmu pengetahuan di antaranya adalah kosmologi, astronomi, matematika, sejarah, biologi, ekonomi, psikologi, dan kedokteran. Beliau mengutip ayat-ayat Al-Qur'an dalam menghubungkan dengan disiplin ilmu pengetahuan, misalnya dalam kosmologi dikutip antara lain sebuah ayat (Q. S. Al-Baqarah, 2/87: 255) yang berbunyi:
الله لا اله الا هو الحيى القيوم لاتأخذه سنة ولانوم له ما فى السموت وما فى الارض منذا الذى يشفع عنده الا باذنه يعلم ما بين ايديهم وماخلفهم ولايحيطون بشئ من علمه الا بما شآء وسع كرسيه السموات والارض ولا يؤده حظهما وهو العلى العظيم
Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Siap; tidak pernah mengantuk dan tidak pula tidur. Kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Adakah yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya? Dia mengetahui segala yang di hadapan dan di belakang mereka. Dan mereka tidaklah mengetahui sesuatu tentang ilmu-Nya kecuali yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi, dan Dia tidak merasa berat memeliharanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa kejadian dan pengaturan serta pemeliharaan alam semesta ini, yang memegang peranan adalah Allah Swt. dengan demikian alam semesta ini buka terjadi dengan sendirinya sebagaimana tampaknya digambarkan oleh teori-teori ilmu pengetahuan. Misalnya saja teori big bank yang menganggap alam semesta ini terjadi karena terjadinya ledakan besar yang terus berlangsung prosesnya hingga sekarang.
Hanafiy Ahmad berpendapat bahwa Al-Qur'an berbicara tentang alam semesta dalam ayat-ayat kauniyyat, tujuannya adalah mengajak manusia untuk menghambakan diri kepada Yang Maha Pencipta yaitu Allah Swt dan tidak menyekutukan-Nya, serta membenarkan terhadap kenabian dan hari kebangkitan.
Maurice Bucaille berpendapat bahwa Al-Qur'an sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan sumbangan besar terhadap para ilmuwan berupa gambaran fenomena alam semesta dengan segala isinya, yang menggugah mereka untuk meneliti dan memahaminya sesuai dengan kenyataan empirik. Penjelasan tentang fenomena alam tersebut bersesuaian dengan data ilmu pengetahuan modern.
Adapun ayat-ayat kauniyyat yang mengandung penjelasan tentang alam semesta tersebut disamping ayat yang telah dikutip di atas, antara lain Q. S. Al-Nahl, 16/70: 11 dan Al-Anbiyā’, 21/73: 30 yang berbunyi:
ينبت لكم به الزرع والزيتون والنخيل والاعناب ومن كل الثمرات ان فىذ الك لاية لقوم يتفكرون وسخرلكم الليل والنهار والشمس والقمر والنجوم مسخرت بامره ان فى ذالك لايات لقوم يعقلون
Dia menumbuhkan bagi kamu dengannya (air hujan) tanam-tanaman: zaitun, anggur, dan buah-buahan lainnya. Sesungguhnya hal yang demikian itu merupakan tanda bagi orang yang berfikir. Dan Dialah yang menundukkan malam dan siang serta matahari dan bulan untuk kepentinganmu, termasuk pula bintang-bintang dengan perintah-Nya. Sesungguhnya hal yang demikian itu merupakan tanda bagi orang yang berakal.
او لم ير الذين كفروا ان السموات والارض كانتا رتقا ففتقناهما وجعلنامن الماء كل شئ حى افلا يؤمنون
Apakah orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi keduanya dahulu bersatu padu, maka Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Mengapa mereka tidak beriman?
Ayat-ayat Al-Qur'an serta pendapat para ahli di atas dengan jelas menunjukkan bahwa dalam Islam terdapat persatu-paduan antara ilmu dan agama, tidak ada pemisahan di antara keduanya sebagaimana yang terjadi di dunia Barat sekarang ini dan telah menjadi konsumsi global dunia.
Karena itulah, ilmu pengetahuan yang sekarang masuk ke dalam dunia pendidikan Islam harus diadakan modifikasi sehingga sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam. Ayat-ayat Al-Qur'an di atas telah jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan harus membawa manusia ke arah tauhid atau iman kepada yang Maha Pencipta. Inilah yang merupakan unsur akhlak yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari ilmu pengetahuan dalam Islam.
Sebagaimana uraian terdahulu bahwa Islam punya hubungan dengan berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan sosial maupun alam. Dalam ilmu pengetahuan sosial yang banyak berhubungan dengan kehidupan manusia, tentu banyak sekali konsep Islam yang harus dihubungkan dengan ilmu tersebut, misalnya dalam ilmu ekonomi, banyak sekali petunjuk Al-Qur'an maupun hadis yang berkenaan dengan pengaturan ekonomi agar tidak terjadi kekacauan di dalam masyarakat. Islam tidak hanya merupakan ajaran keagamaan dalam arti sempit, tapi juga ajaran keduniaan, yang mencakup seluruh aspek kehidupan termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam merupakan sistem kehidupan yang komprehensif.
Ilmu pengetahuan dalam Islam mengacu kepada suatu bentuk ibadah yang sangat tinggi nilainya. Ilmu harus dituntut dan dikembangkan dalam rangka pengabdian dan mencari keridhaan Allah Swt. ilmu tersebut diamalkan dan diabdikan untuk kebahagiaan seluruh umat manusia, sesuai dengan peran manusia di muka bumi ini sebagai khalifah Allah. Ilmu pengetahuan tersebut tentunya tidak terbatas pada ilmu keagamaan saja tapi meliputi seluruh bidang ilmu pengetahuan.
Muhammad Ismā’īl Ibrāhīm dalam bukunya Al-Qur'ān wa I‘jāzuh al-‘Ilmiy, telah membuat perbandingan antara penafsiran ulama terhadap ayat-ayat kauniyyat dengan pendapat para ilmuwan yang berupa teori ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang, yang boleh jadi dapat disebut tafsir bi al-‘Ilmy, misalnya penafsiran terhadap ayat 30 Al-Qur'an Surat al-Anbiyā’ (21/73) yang berbunyi: … ... وجعلنا من الماء كل شئ حى menurut penafsiran ulama terdahulu, bahwasanya Allah menciptakan seluruh makhluk hidup dari air laki-laki dan perempuan; di samping itu semua makhluk yang hidup membutuhkan air dalam kelangsungan hidupnya. Menurut pandangan ilmu pengetahuan modern bahwa air merupakan unsur pembina benda hidup, karena pada hakekatnya airlah yang menguatkan kehidupannya. Air merupakan materi asal dari susunan atom.
Pendapat para ilmuwan dan ulama di atas sangat jelas sekali menunjukkan betapa eratnya hubungan ilmu pengetahuan dengan ajaran Islam. Karena itulah antara ilmu pengetahuan dengan Islam tidak dapat dipisahkan. Pemisahan di atanra keduanya akan mengakibatkan retaknya pemikiran seorang muslim yang akhirnya akan mengakibatkan retaknya kepribadiannya secara keseluruhan.
Aplikasi pemisahan antara Islam dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang sedang terjadi dalam lembaga pendidikan Islam dewasa ini, menurut ‘Abdul Rahmān Shālih ‘Abdullāh akan menimbulkan dua akibat yang berbahaya yaitu:
a. Ilmu pengetahuan yang telah diperkenalkan ke dunia Islam secara mantap mulai mengambil alih peranan Al-Qur'an. Nilai moral Islam mulai merosot spiritnya dalam jiwa pelajar Islam.
b. Teradopsinya faham sekularisme yang bertentangan dengan pandangan Islam. Dalam hal ini para pelajar Islam telah membuka wawasan pemikirannya terhadap ilmu pengetahuan searah dengan sekularisme itu untuk mulai meragukan terhadap ajaran Islam, dan pada akhirnya mereka tidak merasa perlu lagi untuk mempelajari Ajaran Islam.
Untuk mengatasi hal di atas, menurut beliau seharusnya para pendidik muslim tidak terikat oleh pesona ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksudnya adalah agar para pendidik muslim tetap konsisten terhadap ajaran Islam dalam menerima ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Di sinilah sebenarnya diperlukan ijtihad dalam menerima perubahan terhadap pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Di kalangan para pemikir muslim sebenarnya telah muncul para pembaharu tersebut. Mereka sebenarnya telah memberikan contoh dan sumbangan pemikiran yang sangat berharga dalam menerima ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hal ini sebenarnya telah berlangsung sejak abad ke sembilanbelas, yang ditandai oleh kedatangan Napoleon Bonaparte beserta rombongannya ke Mesir. Para pembaharu dalam Islam tersebut antara lain Al-Tahtawiy, Jamaluddin al-Afghaniy, dan Hasan al-Banna.
BAB V
DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Prof. Dr. H. M. Said mengistilahkan dasar pendidikan sebagai pondasi yang merupakan titik tolak dari mana dan bagaimana pendidikan itu dilaksanakan. Dia dalam hal ini meninjau tentang orang yang dijadikan obyek pendidikan itu sendiri sekaligus sebagai subyek pendidikan yaitu manusia. Dalam pembahasan ini dia meninjau pendapat para ahli dan filosof mengenai bagaimana sebenarnya hakekat manusia itu dilihat dari segi pendidikan dan tak ketinggalan pula, dia mengutip sabda Nabi Muhammad saw. tentang anak yang baru lahir adalah suci bersih, ibu bapaknyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi. Yang dimaksud suci di sini adalah adanya fitrah islami dalam diri anak, jadi bukan berarti sama dengan kertas putih sebagaimana teori tabularasa.
Pendidikan Islam merupakan konsepsi yang datang dari Allah Swt yang bertujuan untuk mendidik manusia sesuai dengan fitrah kemanusiaannya. Dengan demikian diharapkan agar mereka dapat hidup di dunia ini dengan baik dan demikian pula di akhirat kelak. Konsep pendidikan ini telah dilaksanakan sendiri oleh Rasulullah saw. dalam membina para sahabat beliau sehingga menjadi manusia-manusia pilihan yang berguna bagi agama dan seluruh umat manusia.
Dalam membicarakan dasar pendidikan Islam ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu dasar yang bersifat perennial dan dasar yang bersifat rasional.
Dasar yang Bersifat Perenial (Wahyu)
Risalah yang disampaikan Rasulullah saw. kepada umat manusia berupa Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah sebagai dasar dan sumber pendidikan Islam. Sebagai dasar keduanya dianggap sebagai dalil atau teori dalam pelaksanaan pendidikan Islam, sehingga merupakan landasan pendidikan Islam yang tidak pernah goyah oleh goncangan situasi dan kondisi perubahan zaman. Sedangkan sebagai sumber berarti keduanya merupakan dalil atau teori yang bisa dikembangkan dan ditelaah secara ilmiah, dalam arti bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah memiliki makna atau tafsir yang kontekstual dinamis. Di sinilah sebenarnya fungsi para ahli pendidikan Islam, dituntut untuk selalu menggali dan mengembangkan pendidikan Islam dengan tidak menutup mata terhadap perkembangan kebudayaan termasuk didalamnya iptek.
Sehubungan dengan hal di atas Rasulullah saw. bersabda:
تركت فيكم شيئين لن تضلو ابعدهماكتاب لله وسنتى ...
Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang tidak akan menyesatkan kalian jika berpegang kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnahku…
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as. Muhammad Abdul Azhim al-Zarqani mendefinisikannya sebagai berikut:
الكلام المعجز المنزل علىالنبى صلى الله عليه وسلم المكتوب فى المصاحف المنقول بالتواتر المتعبد بتلاوته
Al-Qur'an adalah kalam yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang tertulis dalam mushaf, dinuqilkan secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah.
Al-Qur'an sebagai dasar atau landasan pendidikan Islam telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
ذالك الكتاب لاريب فيه هدىللمتقين (البقرة : 2)
“Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
Al-Qur'an sebagai kitab suci tidak hanya mengandung hal-hal yang bersifat ubudiyah, tapi juga mu’amalah, bahkan masalah pendidikan, secara tegas antara lain digambarkan dalam Surah Luqman ayat 12 – 19. Al-Qur'an bukan hanya bersifat doqmatis tapi juga bersifat rasional, yang merupakan tuntutan hidup manusia di dunia ini untuk mencapai ketaqwaan.
2. Al-Sunnah
Al-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah saw., sebagaimana yang telah dikemukakan para muhadditsin sebagai berikut:
كل ما اثر عن النبى صلى الله عليه سلم من قول اوفعل اوتقرير اوصفةجلقية اوخلقية اوسيرة سواء أكان ذالك قبل البعثة كتحنثة فىغارحراء ام بعد ها
Setiap apa saja yang datang dari Nabi Muhammad saw. berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat, akhlak, ataupun perjalanan hidupnya, baik sebelum kenabian seperti bertahannuts di Gua Hira ataupun sesudah kenabian.
Ketiga dimensi Al-Sunnah (perkataan, perbuatan, dan persetujuan) menggambarkan tingkah laku Rasulullah saw. selaku guru pertama dalam Islam. Beliau bukan hanya seorang yang bersifat teoritis tetapi juga praktis. Sebagai tokoh ideal dalam pendidikan Islam, beliau telah membuktikan keberhasilannya dalam mendidik umat manusia. Sejarah telah mencatat bagaimana sulitnya medan yang dihadapi beliau dalam mendidik manusia yang musyrik, berbalik 180 derajat menjadi manusia muslim yang bertauhid dalam jangka waktu perjuangan yang relatif singkat. Ini tentu merupakan suatu contoh yang luar biasa, namun tidak mustahil diikuti jejak langkahnya. Hal tersebut telah dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya:
لقد كان لكم فى رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم وذكر الله كثيرا (الاحزاب : 21) “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. menyampaikan sebuah teori pendidikan yang berbunyi sebagai berikut:
علموا اولادكم فانهم مخلوقون لزمن غير زمنكم
“Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka itu dijadikan untuk menghadapi masa yang lain dari masa kamu sekarang.”
Cukup banyak hadits yang menunjukkan tentang teori dan praktik pendidikan, baik secara tersendiri maupun sebagai komentar terhadap wahyu Allah dalam Al-Qur'an.
Dasar yang Bersifat Rasional (Ijtihad)
Dasar ini didapatkan melalui usaha dari manusia melalui fikiran ataupun inderanya, karena hal ini banyak berhubungan dengan kebudayaan manusia yang selalu berkembang. Pendidikan pada umumnya hanya mendasarkan teorinya pada usaha manusia tersebut, mereka tidak menerima wahyu sebagai teori pendidikan. Oleh sebab itu semua teori pendidikan merupakan usaha manusia tanpa dipengaruhi oleh wahyu.
Dalam pendidikan Islam, walaupun usaha tersebut merupakan pemahaman manusia tetapi masih tidak lepas dari kendali wahyu, usaha tersebut dikenal dengan ijtihad, yang banyak dipakai dalam penetapan hukum Islam. Ijtihad adalah istilah para fukaha, yang maksudnya berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu untuk menetapkan suatu hukum terhadap hal-hal yang belum jelas hukumnya dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah, namun tetap berpedoman kepada keduanya, sebagaimana definisi berikut:
(واصطلاحا) الوسع فىبيل حكم شرعى بطريقة الاستنباط الكتاب السنة
“(Menurut pengertian istilah ijtihad) adalah mencurahkan tenaga atau pikiran untuk mencapai hukum syari’at dengan jalan mengeluarkannya dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah.”
Dewasa ini, ijtihad bukan hanya terbatas pada masalah hukum saja, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan, dalam hal ini termasuk pendidikan Islam. Islam sangat menghargai kepada daya akal manusia untuk berpikir. Berpikir merupakan suatu bentuk ibadah dalam pengertian yang luas. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang mengajak manusia untuk berpikir, seperti ungkapan firman Allah Swt:
لايات لقوم يعقلون – افلا تعقلون – افلا تتفكرون
“Sebagai tanda bagi orang-orang yang berakal – apakah kamu tidak berakal? – apakah kamu tidak berpikir?”
Perubahan zaman yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembai penafsiran ajaran Islam. Barangkali penafsiran Islam oleh para pendahulu sesuai dengan zamannya, sekarang ini tidak sesuai lagi atau timbulnya masalah baru yang pada masa dahulu tidak ditemukan. Dengan adanya ijtihad ini, ajaran Islam bisa diamalkan dalam segala aspek kehidupan dan tidak ada kesenjangan antara ajaran Islam dengan kehidupan.
Sehubungan dengan dasar pendidikan Islam yang bersifat rasional ini, Hasan Langgulung mengemukakan enam azas pendidikan Islam, yaitu: azas sejarah, azas sosial, azas ekonomi, azas politik dan administrasi, azas psikologi, dan azas filsafat dalam pendidikan Islam. Dengan azas-azas ini diharapkan terbentuklah sistem dan pembaharuan dalam pendidikan Islam.
1. Azas Sejarah
Untuk merumuskan suatu dasar pendidikan suatu masyarakat atau negara tidaklah bisa terlepas dari aspek sejarah masyarakat atau negara tersebut. Sebab sejarah merupakan rangkaian peristiwa yang selalu berantai dengan peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Banyak sedikitnya situasi yang akan datang ditentukan oleh peristiwa sejarah sebelumnya. Hal ini tidak bisa dihindari oleh siapapun, karena hal ini sudah merupakan suatu kelaziman.
Segala kebijakan tentang pendidikan Islam juga tidak bisa dipisahkan dari sejarah, baik sejarah masyarakat yang merupakan lahan pendidikan Islam itu maupun sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Faktor sejarah merupakan salah satu faktor budaya yang paling penting yang telah dan tetap mempengaruhi masyarakat manapun juga, yang memiliki warisan budaya yang sukat dikalahkan atau dihilangkan, malah gerakan revolusi yang paling keraspun harus menyesuaikan prinsip dan pemikiran barunya dengan sejarah budaya yang sudah ada dalam masyarakat tersebut.
Jadi aspek sejarah ini tidak boleh diabaikan dalam operasional pendidikan Islam, jika pendidikan Islam tidak ingin menemui kegagalan dalam pelaksanaannya.
2. Azas Sosial
Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia, yang merupakan tindakan sosial yang memungkinkan terlaksananya melalui suatu jalur jaringan hubungan kemanusiaan antar individu dalam masyarakat. Dalam masyarakat manusia selalu tergantung satu sama lain, masing-masing berinteraksi, saling memberi dan menerima, pengaruh mempengaruhi, sehingga terjadilah proses sosialisasi antar individu dalam masyarakat. Proses sosialisasi ini sebenarnya merupakan proses pendidikan karena di sini terjadi proses saling mendidik antara ynag satu dengan yang lain secara tidak disadari dan sangat efektif jika dibanding dengan proses belajar secara formal.
Unsur sosial yang perlu diperhatikan dalam azas pendidikan adalah:
a. Adanya proses pewarisan budaya, nilai-nilai, dan keterampilan sehingga generasi penerusnya terlatih untuk memegang fungsi dan peranan dalam masyarakat.
b. Adanya ciri-ciri budaya yang dominan dalam masyarakat yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan pendidikan, seperti adanya tradisi-tradisi, kelas sosial, dan urban.
c. Adanya sistem pendidikan yang merupakan suatu pola total masyarakat dalam institusi formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengarhui pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual.
3. Azas Ekonomi
Dalam setiap kegiatan manusia di dunia ini tidak pernah terlepas dari aspek ekonomi, yang merupakan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Azas ekonomi tersebut harus dipertimbangkan baik dalam pelaksanaan pendidikan maupun dalam menentukan tujuan pendidikan.
Karakteristik keseimbangan dalam pendidikan Islam menuntut adanya tujuan ekonomi dalam pendidikan Islam. Untuk menciptakan manusia yang bahagia di dunia tidak mungkin berhasil tanpa adanya pertimbangan ekonomi.
Dalam pelaksanaan pendidikan Islam juga tidak bisa dilaksanakan dengan bersahaja, lebih-lebih dalam kondisi zaman modern sekarang ini, pendidikan Islam tidak bisa dilaksanakan secara gratis sebagaimana zaman dahulu. Namun perlu diingat di sini bahwa dengan azas ekonomi dalam pendidikan Islam tidak berarti pendidikan dijadikan sebagai lahan bisnis yang akhirnya menghilangkan jiwa pendidikan Islam itu sendiri.
4. Azas Politik dan Administrasi
Dalam masyarakat selalu tumbuh suatu kebijakan-kebijakan yang harus dipahami untuk melaksanakan pendidikan. Kebijakan tersebut baik bersifat mendukung atau menghambat terlaksananya pendidikan. Jika politik yang berkembang itu menghambat berarti harus diadakan penangkal-penangkal yang menghambat terlaksananya pendidikan.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan, maka peranan administrasi tidak bisa diabaikan dalam pendidikan. Dengan administrasi maka segala proses pendidikan bisa disusun dan direncanakan dengan baik dan tidak terjadi kesemrautan dalam proses pendidikan.
5. Azas Psikologi
Bidang-bidang yang dibahas oleh psikologi dalam pendidikan adalah watak murid, guru, metode, bimbingan, penilaian, dan lain-lain. Kesemuanya itu adalah dalam rangka mencapai keberhasilan pewarisan dari generasi tua kepada generasi muda supaya identitas masyarakat tetap terpelihara. Jadi psikologi sebenarnya lebih prihatin terhadap proses pemindahan, sedang apa isi yang dipindahkan itu berada di luar jangkauan psikologi.
Dalam proses pewarisan itu terjadi dua kegiatan penting yaitu mengajar dan belajar. Jika dahulu orang menganggap bahwa kegiatan mengajarlah yang sangat penting, tapi sekarang kegiatan belajarlah yang lebih penting dalam pewarisan kebudayaan. Kegiatan mengajar hanya merupakan salah satu cara memantapkan proses belajar. Karena banyak orang bisa belajar tanpa harus melalui pengajaran atau dengan kata lain dia bisa belajar sendiri. Hal ini tentu juga harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
6. Azas Filsafat
Filasafat sebagaimana artinya yaitu cinta kebijaksanaan. Maka dalam pendidikan azas ini memegang peranan penting terutama dalam menentukan pilihan yang terbaik dalam memberikan arah suatu sistem, mengontrolnya serta memberi arah kepada semua azas lainnya.
Dalam pendidikan Islam sudah tentu filsafat yang dipakai adalah filsafat pendidikan Islam, di samping filsafat yang dianut oleh suatu masyarakat atau bangsa di mana pendidikan Islam itu dilaksanakan. Sudah tentu di sini terjadi suatu kompromi antara filsafat pendidikan Islam dengan filsafat yang dianut suatu masyarakat, selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Dalam penerapannya sebagai contoh yang telah terjadi di Indonesia. Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup masyarakat atau bangsa Indonesia merupakan hasil kompromi dan godokan bersama yang diambil dari berbagai untur tradisi dan kebudayaan di seluruh daerah Nusantara. Pekerjaan ini merupakan ijtihad oemimpin bangsa dalam rangka menciptakan kesatuan ide seluruh rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Semua ajaran yang terdapat dalam negara Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup bernegara. Antara ajaran Islam dengan Pancasila harus terjadi saling menunjang sehingga terwujudlah masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Swt.
Dari semua azas di atas maka azas filsafatlah yang memegang perang penting terhadap azas-azas tersebut. Dalam azas filsafat ini peranan ijtihad sangat dominan, karena di sini terjadi proses berfikir yang mendalam.
BAB VI
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Sebelum kita membicarakan tujuan pendidikan Islam, marilah kita tinjau lebih dahulu perkembangan tujuan pendidikan di dunia barat, yang menurut A.G. Soejono disebabkan oleh adanya perubahan dalam masyarakat. Dalam hal tersebut beliau meninjau tentang sejarah dunia barat, dengan fase perkembangan sebagai berikut:
1. Zaman kuno (Sparta dan Athena) sampai abad ke-5. dasar pendidikan adalah kepentingan negara. Tujuannya pandai berperang (militerisme).
2. Zaman pertengahan dalam abad ke-5 sampai abad ke-15. Dasarnya Ketuhanan. Tujuannya: menjadi orang soleh melulu.
3. Zaman feodalisme, abad ke-16-17. Dasarnya: Kepentingan raja-raja, bahwa raja-raja dilahirkan untuk memiliki dan memerintah semua. Sudah menjadi kehendak Tuhan, bahwa semua hamba harus tunduk dengan tidak memikir panjang.
4. Zaman realisme, rasionalisme, Aufklarung, abad ke-18 dan 19. Dasarnya: Pendidikan alam berhubungan dengan perkembangan pengetahuan alam dengan aliran naturalisme dan positivisme. Tujuannya: Pendidikan intelek dan individu dengan akibat timbulnya intelektualisme, individualisme, dan egoisme.
5. Zaman modern, abad ke-19 dan 20. Dasarnya: untuk kepentingan masyarakat. Tujuannya: membentuk manusia sosial, manusia altruisme.
Dari kutipan di atas kita dapat melihat bagiamana tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh manusia barat dari masa ke masa. Dengan demikian kita mepunyai gambaran perbandingan dengan tujuan pendidikan menurut Islam, sebagaimana telah dirumuskan dalam Al-Qur'an ataupun As-Sunnah. Di mana tujuan pendidikan Islam tidak berubah dari sejak dahulu hingga sekarang bahkan pada masa yang akan dating, kalaupun ada perubahan hanya berupa masalah teknis saja, namun pada hakekat tujuannya tidak berubah, karena pendidikan Islam mempunyai dasar pendidikan yang kuat.
Prof. Dr. Hasan Langgulung berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam ialah menciptakan manusia yang beriman dan beramal saleh.
Prof. Dr. Muhammad Athiyah Al Abrasyi berpendapat bahwa tujuan utama yang merupakan ruh pendidikan Islam adalah pencapaian akhlak yang sempurna, namun demikian tidak berarti mengenyampngkan pendidikan lainnya.
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menyatakan bahwa pendidikan agama Islam bertujuan untuk menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasanya kelak cakap melaksanakan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan dunia dan akhirat.
Team penyusun buku teks Ilmu Pendidikan Islam yang diketuai oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya Insan Kamil dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwa.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam yang telah dirumuskan oleh para ahli di atas dapat disarikan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membimbing manusia agar bisa hidup di dunia dan di akhirat dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan hakikat penciptaannya yaitu untuk mengabdi kepada Allah Swt. sebagaimana tercantum dalam beberapa firman Allah Swt:
وما خلقت الجن والانس الاليعبدون. (الذاربات : 56)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
وكنهم من يقول ربنااتنافى الدنياحسنة وفى الاخرة حسنة وقناعذاب النار. (البقرة : 201)
“Dan diantara mereka ada orang yang mendo’a; “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
... ان اكرمكم عند الله اتقكم ... (الحجرات : 13)
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu ….”
الا الذين امنوا وعملوا الصلحت فلهم اجرغيرممنون. (التين : 6)
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.”
يآيها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الاوانتم مسلمون. (ال عمران : 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah Swt sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Para ahli pendidikan dalam hal ini pendidikan Islam mengkategorikan tujuan pendidikan Islam itu menjadi empat macam, yaitu: tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan operasional.
Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan Islam yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan Islam yang mencakup, pembinaan pengetahuan, penghayatan dan keterampilan. Ketiga unsur tersebut bisa dilambangkan dengan: head sebagai lambang pembinaan pengetahuan atau intelektual, heart sebagai lambang pembinaan perasaan, dan hand sebagai lambang pembinaan keterampilan.
Tujuan ilmu pendidikan Islam merupakan kerangka tujuan pendidikan Islam yang selaras dengan tujuan hidup manusia muslim. Oleh sebab itu tujuan ini harus dikaitkan dengan situasi dan kondisi di mana pendidikan Islam itu dilaksanakan. Tujuan yang punya kaitan dengan situasi dan kondisi ini disebut juga dengan tujuan khusus, misalnya tujuan pendidikan Islam di Indonesia harus dikaitkan dengan falsafah hidup bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan Islam tidak terpisah dari pelaksanaan Pendidikan Nasional di Indonesia.
Insan Kamil dengan pola taqwa yang merupakan tujuan umum pendidikan Islam bisa dijabarkan pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi, dan kondisi. Meskipun bobot tujuan umum berbeda namun tetap mempunyai kerangka yang sama. Tujuan pendidikan Islam di tingkat anak-anak misalnya punya kerangka yang sama dengan tujuan pendidikan Islam di tingkat remaja namun punya bobot yang berbeda. Jika dihubungkan dengan pendidikan formal baik sekolah atau madrasah, maka tujuan tersebut di atas disebut dengan tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan instruksional.
Tujuan Akhir
Pendidikan Islam, sebagaimana kita ketahui berlangsung seumur hidup, prosesnya tidak akan berakhir kecuali seseorang meninggal dunia. Islam menganggap bahwa saat-saat terakhir inilah yang menentukan apakah seseorang itu berhasil mencapai tujuan atau tidak; apakah ia mencapai tujuan atau tidak. Apabila seseorang berhasil mencapai husnul khatimah pada akhir hayatnya berarti dia berhasil mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, sebagaimana telah dinyatakan Allah Swt dalam firman-Nya:
يآيها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الاوانتم مسلمون. (ال عمران : 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah Swt sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Tujuan Sementara
Dalam rangka mencapai tujuan akhir diperlukan sekali untuk merumuskan tujuan sementara, yang merupakan tahapan-tahapan dalam mencapai tujuan akhir.
Dalam pendidikan formal, tujuan sementara ini merupakan tujuan yang akan dicapai anak didik setelah diberikan sejumlah pengalaman atua pengetahuan tertentu. Tujuan sementara ini merupakan tingkatan-tingkatan yang dilalui dalam mencapai tujuan akhir.
Tujuan Operasional
Untuk mencukung tercapainya tujuan sementara diperlukan adanya tujuan operasional. Tujuan ini bersifat praktis yaitu berupa kemampuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh anak didik meskipun tidak menyentuh penghayatan yang mendalam. Biasanya tujuan ini dirumuskan dalam tujuan instruksional.
Dalam pendidikan formal terutama dalam pembuatan persiapan mengajar dalam setiap mata pelajaran biasanya tujuan ini dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran.
Dalam proses pendidikan tujuan operasional ini berkaitan dengan kegiatan lahiriah, seperti bacaan dan kaifiat serta tingkah laku. Pada tahap permulaan bagi anak yang penting adalah mampu dan terampil berbuat atau mengucapkan sesuatu yang baru kemudian menghayati atau memahaminya.
POLA DESAIN SILABUS KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
FAKULTAS TARBIYAH BANJARMASIN
I.RANCANGAN PERKULIAHAN
1. Mata Kuliah : ILMU PENDIDIKAN ISLAM
2. Jumlah SKS : 2 SKS
3. Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
4. Tujuan Mata Kuliah : Memberikan pengetahuan, pemahaman, tentang konsep pendidikan Islam, baik dalam tatanan paradigma pemikiran, maupun dalam tatanan praktis dalam pengaplikasiannya serta memiliki sikap dan semangat inovatif terhadap aktualisasi kualitas pendidikan Islam.
5. Kompetensi Umum : a. Mengerti dan memahami konsep pendidikan menurut ajaran Islam.
b. Mengerti dan memahami praktek pendidikan di kalangan kaum muslimin
c. Mampu mengembangkan konsep pendidiikan Islam sesuai dengan perkembangan zaman.
6.Silabus Perkuliahan :
NO PERTEMUAN KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK INDIKATOR PENCAPAIAN HASIL PERKULIAHAN
1 2 3 4 5
1. I Mahasiswa dapat memahami peta kognitif dan tujuan pembelajaran pendidikan Islam, serta tugas-tugas yang harus diselesaikan selama perkuliahan. Pendahuluan Contract Study 1.Memahami tujuan perkuliahan pendidikan Islam.
2. Memahami peta kognitif content pembelajaran pendidikan Islam.
3. Memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakan selama perkuliahan.
4. Mematuhi tata tertib dan disiplin perkuliahan.
2. II Mahasiswa memahami secara komprehensif konsep dan ruang lingkup pendidikan Islam Pengertian dan ruang lingkup pendidikan Islam 1.Memahami berbagai pengertian secara etimologis dan terminologis.
2.Memahami karakteristik atau ruang lingkup pendidkan Islam
3
III Mahasiswa mamahami tentang obyek dan metode PI Obyek dan metode ILmu Pendidikan Islam 1. Mampu merumuskan obyek material dan formal pendidikan Islam
2. Mampu merumuskan metode telaah IPI
4
IV Mahasiswa memahami tentang kegunaan mempelajari IPI Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam Mampu merumuskan keguanaan IPI
5 V Mahasiswa Memahami tentang dasar Pendidikan Islam Dasar Pendidikan Islam Dapat merumuskan dasar PI berupa ayat Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad.
6 VI Mahasiswa memahami tentang tujuan Pendidikan Islam Tujuan Pendidikan Islam Dapat merumuskan tujuan PI dan macam-macamnya
7 VII Midtes
8 VIII Mahasiswa memahami tentang Pedidik dalam Perspektif PI Pedidik/anak Didik dalam Perspektif PI Dapat memahami bermacam-macam pedidik dan masing-masing karakteristiknya
9 IX Mahasiswwa memahami Pendidik dalam perspektif PI Pendidik dalam Perspek-tif Pendidikan Islam Dapat memahami bermacam-macam pendidik dan karakteristiknya
10 X Mahasiswa memahami alat dan media PI Alat/Media Pendidikan Islam Dapat mengenal dan mengoprasionalkan alat/media PI
11 XI Mehasiswa memahami lingkungan PI Lingkungan yang kondusif terhadap PI Dapat mengenal dan mengendalikan lingkungan sehingga terlaksananya PI
12. XII Mahasiswa memahami lembaga- lemabaga PI Lembaga Pendidikan Islam Dapat mengetahui bermacam jenis lembaga PI
13. XII Mahasiswa memahami sistem PI Pend. Islam di Indo nesia sbg sub Sisdiknas Dapat melihat komponen-komponen PI yang saling terkait satu sama lain dan hubungannya dgn sisdiknas
14. XIV Final Test
II. BAHAN BACAAN:
a. Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam.
b. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam.
c. Sofyani dan Burhanuddin Abdullah, Ilmu Pendidikan Islam.
d. Hj. Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam
e. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan dalam Al-Qur’an.
f. Ali Asyraf, Horison Baru Pendidikan Islam.
g. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha.
h. Muhammad Munir Mursyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah.
i. Dan lain-lain Buku-buku yang membahas tentang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Admin;
Copyright @Catatan Edwan Ansari